Post Anyar

6/recent/ticker-posts

Menelusuri Dan Menyikapi Aliran Aliran Islam Di Indonesia

http://informasi-berfaedah.blogspot.com/2013/03/menelusuri-dan-menyikapi-aliran-aliran_6542.html
Adalah hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa perjalanan dan eksistensi ajaran agama Islam senantiasa bersentuhan dengan realitas sosial kultural yang mengitarinya. Dalam perspektif histories, hubungan ajaran agama dengan realita sosial kultural dan pengembangannya menjumpai beberapa kemungkinan, antara lain: ajaran dan dakwah agama mampu memberikan pengaruh yang besar, bahkan mampu mengubah dan mempengaruhi pandangan hidup, sikap dan perilaku masyarakat secara luas. Dan sebaliknya pola pikir dalam memahami ajaran agama juga dapat terpengaruh oleh kondisi sosial yang terjadi pada saat itu. Karena perkembangan dan perubahan peradaban zaman sangat sensitive dalam memberikan warna lain pemahaman dan penghayatan serta penafsiran terhadap ajaran agama, dalam konteks Islam hal tersebut dapat diamati melalui beberapa pendekatan sebagai berikut:

Pendekatan Doctrinal (Sisi Ajaran)

Pada zaman Rosululloh saw. Islam masih merupakan ajaran sederhana dan hal itu diamalkan dan dihayati para sahabat menurut tingkat keilmuan dan ketaatan serta kesadaran masing-masing tanpa banyak menimbulkan perbedaan pandapat antara satu dengan yang lainnya. Pada saat itu juga tidak dijumpai adanya spesifikasi antara keilmuan islam, seperti ilmu kalam (ilmu tauhid dengan memakai rumusan dalil logika), ilmu fiqih atau ilmu tasawwuf, tafsir, ilmu hadist dll. Ilmu-ilmu tersebut baru muncul dikemudian hari karena dipacu dan didorong oleh adanya beberapa kebutuhan yang langsung dirasakan oleh umat islam karena adanya tantangan yang perlu disikapi dengan memakai paradigma baru.

Pendekatan Historis (Proses Kesejarahan)

Agama islam meskipun diyakini sudah sempurna dari semula karena adanya jaminan dari Alloh swt.:
اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلا م دينا
Artinya: “Pada hari ini aku sempurnakan agamamu untukmu sekalian dan aku sempurnakan nikmatku untukmu sekalian, aku rela islam menjadi agamamu“.

Akan tetapi kesempurnaan itu masih sangat global sehingga di dalam merefleksikan ajaran dan pesan-pesannya sebagai jawaban atas kompleksitas problem kehidupan ia harus berpacu dengan perjalanan waktu dan pada saat itu tidak tertutup kemungkinan terjadinya ruang perbedaan penafsiran. Hal ini dapat kita amati mengapa kehidupan para sahabat disaat Rosululloh masih hidup begitu nampak rukun dan dalam waktu yang relatif singkat setelah beliau wafat berubah menjadi masyarakat yang mudah dipicu oleh perbedaan, bahkan saling bermusuhan. Padahal diantara mereka masih ada sahabat-sahabat senior seperti Utsman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Zubair, A’isyah, Salman dan lain-lain. Lalu muncul aliran Khowarij yang sangat ekstrim, terjadi pengkafiran terhadap sahabat maskipun di antara mereka sahabat-sahabat yang dijamin Rosululloh masuk surga dan generasi mereka tergolong generasi yang sangat baik (khoirul qurun(

Pendekatan Kultural (Budaya)

Perbedaan budaya juga ikut memberikan dukungan atas terjadinya realitas terjadinya perbedaan pemahaman yang berbeda-beda. Karenanya tidak mengherankan bila kemudian muncul aliran Asy’ariyyah dan Maturidiyyah meski keduanya berada di bawah payung Ahlussunnah Wal Jama’ah. Bahkan di kalangan Asy’ariyyah juga terjadi perbedaan pendapat di antara tokah-tokohnya. Demikian pula dalam madzhab fiqih terjadinya perbedaan fatwa tidak bisa dihindari, seperti perbedaan antara Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Hanafi dan Imam Hambali.
Melalui beberapa pendekatan di atas kiranya dapat dipahami bahwa apapun yang mempengaruhi, baik kepentingan situasi kondisi selalu melahirkan perubahan pola pikir seseorang dari hari ke hari. Ibnu Kholdun dalam kitab Muqoddimahnya berpendapat, sesungguhnya keadaan dunia, bangsa, adat istiadat, serta keyakinan manusia tidak mengikuti suatu metode yang baku melainkan senantiasa berubah dari masa ke masa. Hal ini sudah menjadi sunnatulloh yang tidak bisa dihindari. Karena faktor-faktor di atas itulah kemudian melahirkan terjadinya perpecahan  umat Muhammad, baik dalam i’tiqad, syari’at, atau etika beribadah (tasawwuf) hingga menjadi tujuh puluh tiga golongan sebagaimana yang disabdakan sebelumnya oleh Rosululloh dalam beberapa hadist yang di antaranya diriwayatkan oleh Imam Thobroni:

إن بني إسرائيل تفرقت على ثنتين وسبعين ملة وتفرق أمتي ثلاث وسبعين ملةكلهم فى النار إلا ملة واحدة قالوا ومن هى يا رسول الله؟ ما أنا عليه وأصحابي, رواه الطبراني
Artinya: “Sesungguhnya bani Israil akan pecah menjadi 72 golongan dan umatku akan pecah menjadi 73 dan semuanya akan masuk neraka kecuali satu golongan. Para sahabat bertanya, siapa itu ya Rosululloh? beliau menjawab, mereka yang sesuai dengan apa yang aku dan kalian lakukan saat ini.”

Riwayat Abi Dawud :

فإنه يعيش منكم من بعدي فيسرى إختلافا كثيرا فعليكم بسنتي وسنتة الخلفاء المهتدين لو هذين تمسكوها وعضوا عليها, رواه داود
Artinya: “Hidup seseorang di antara kalian nanti setelahku dan aku melihat terjadinya perbedaan yang sangat banyak. bila sudah demikian maka berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah khulafa’urrosyidin.

Riwayat Thobroni :

والذي نفس محمد بيده لتفترق أمتي على ثلاث وسبعين فرقة فواحدة فى الجنة وثنتان وسبعون فى النار قيل من هم يا رسول الله قال أهل السنة والجماعة, رواه الطبراني
Artinya: “Demi Alloh yang menguasai diri Muhammad, umatku akan pecah menjadi 73 golongan. satu masuk surga dan 72 lainnya masuk neraka. Para sahabat bertanya, siapa ya rosulalloh? Beliau  menjawab, Ahlussunnah Wal Jama’ah.”

Sedangkan golongan yang tidak dijamin masuk surga ada 73 golongan yang terkumpul dalam 7 golongan :
1. Mu’tazilah : 20 golongan
2. Syi’ah : 22 golongan
3. Khowarij : 20 golongan
4. Murji’ah :  5  golongan
5. Najjariyah :  3  golongan
6. Al-jabariyah :  2  golongan
7. Al-Mushobihah :  1  golongan

a. Mui’tazilah : ِAdalah golongan yang meyakini bahwa seorang hambalah yang mampu mewujudkan pekerjaannya sendiri, tidak mengakui bisa dilihatnya Alloh di surga dan Alloh wajib memberi pahala kepada orang yang berbuat baik serta harus menyiksa orang yang berbuat jelek
b. Syi’ah : Adalah golongan yang sangat fanatik terhadap sahabat Ali bin Abi Tholib dan menganggap beliau dan keturunanyalah yang berhak menjadi pemimpin setelah nabi wafat.
c. Kowarij : Adalah golongan yang sangat tidak menyukai sahabat Ali bin Abi Tholib bahkan sampai mengkafirkannya disamping orang-orang yang berbuat dosa besar.
d. Najjariah : Adalah golongan yang pendapatnya sama dengan ahli sunah dalam sisi seorang hamba tidak mampu mewujudkan pekerjaannya sendiri dan sama dengan Mu’tazilah dalam hal menafikan sifat-sifat Alloh dan meyakini tidak azalinya sifat kalam.
e. Al-Murjiah : Adalah golongan yang berpendapat selama seseorang itu beriman maka kemaksiatan tidak akan membahayakan-nya dan selama seseorang itu tetap didalam kekafiran maka ketaatannya tidak mempunyai arti apa-apa.
f. Al-jabariyyah : Adalah kaum yang berpendapat bahwa hamba tidak mempunyai ikhtiyar ( semua mutlaq dari Alloh).
g. Al-Musabbihah : Adalah golongan yang menyamakan Alloh dengan makhluk dalam sifat kejisimannya.
Dalam hadits diatas dijelaskan bahwa Umad Muhammad sebanyak 73 golongan dan ternyata yang dijamin masuk surga hanya satu yaitu Ahli Sunah Waljamaah, lalu siapa Ahli Sunah Wal jamaah itu?

Ahli Sunah Wal Jamaah

Dalam upaya memahami siapa sebenarnya Ahli Sunnah wal Jamaah tidak mungkin hanya dilakukan dengan semata-mata mempelajari doktrin ajarannya saja tanpa mengikutkan analisa historis timbulnya ajaran dan lahirnya tokoh pelaku historis. Demikian juga tidak mungkin kita dapat menangkap adanya persamaan atau perbedaan secara jernih dan utuh tanpa mengetahui dan mengenali lingkungan di mana ajaran atau tokoh itu muncul. Dan memang sulit ditemukan persamaan jawaban dan rumusan Ahli Sunnah wal Jamaah karena memang pengertiannya ada dua, secara umum dan khusus seperti yang dikatakan Dr. Jalal M. Musa.

Pengertian Ahli Sunnah Wal Jamaah Secara Umum

Ahli Artinya adalah golongan. Assunah artinya adalah jalan, yang dimaksud jalan di sini adalah ajaran nabi Muhammad saw. baik berupa perkataan, pekerjaan dan pengakuannya. Sedangkan Al-Jamaah artinya adalah golongan. Dan yang dimaksud golongan di sini adalah sahabat nabi Muhammad saw. Jadi, Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah golongan pengikut ajaran nabi atau sunnahnya dan ajaran para sahabat nabi yang meliputi keimanan, keislaman dan keikhlasan (i’tiqad, syariat/fiqh dan tasawuf).

Pengertian Ahli Sunah Wal Jamah Secara Khusus Dan Latar Belakangnya

Dalam kitab Ittihafus Sadah Al-Muttaqin, syarah kitab Ihya’ Ulumiddin disebutkan, setelah tiga ratus tahun (3 abad), umat Islam telah ditinggal Rasulullah dan para sahabatnya, terjadilah perubahan-perubahan yang sangat tajam di dalam ajaran agama, hingga sampai munculnya beraneka ragam aliran yang di antara satu dan lainnya saling menyalahkan dan mengkafirkan. Lebih jelasnya, ada tiga prinsip perbedaan dalam perbedaan metodologi penggalian dan pemahaman dari ajaran agama Islam yang disampaikan Rasul dan diikuti para sahabat sebagai berikut;
a. Golongan yang dalam memahami ajaran agama yang bersumberkan Al-Quran dan As-Sunnah cenderung mendahulukan IQ atau akalnya tanpa mempedulikan konsep yang ada. Golongan ini bernama Mu’tazilah.
b. Golongan yang hanya melihat konsep saja tanpa mepedulikan hal itu rasional atau tidak, golongan ini disebut Khoswiyyah.
c. Golongan yang selamat, yaitu golongan yang metodologi pemahaman ajaran agamanya dengan cara memadukan antara IQ dengan konsep yang ada, golongan ini disebut Asy’ariyyah.

Berangkat dari sini, perlu sekali bagi kita yang belum mampu menggali hukum langsung dari Al-Quran dan Al-Hadits untuk mengikuti salah satu dari madzhab seorang imam yang sudah jelas ajarannya memakai metode pengambilan hukum yang memandukan antara konsep yang sudah tersedia dengan akal.

Beraliran Ahli Sunnah Wal Jamaah (tidak menyimpang dari ajaran rasul dan sahabat) adalah;
I. Dalam hal i’tiqad dan tauhid mengikuti fatwa dan metodologi pemahaman dan pengambilan:
a. Abu Hasan Al-Asy’ari lahir tahun 260 H. dan wafat tahun 324 H.
b. Imam Abu Manshur Al-Maturidi, wafat tahun 333 H.
II. Dalam thoriqoh atau tasawuf mengikuti fatwa;
a. Abul Qosim Al-Junaidi
b. Imam Ghozali (Abu Hamid Muhammad) lahir tahun 450 H. wafat 505 H.
III. Dalam hal fiqh/syariat bermadzhab kepada;
a. Imam Hanafi lahir tahun 80 H. wafat tahun 150 H.
b. Imam Malik bin Anas lahir tahun 93 H. wafat tahun 179 H.
c. Imam Syafi’i lahir tahun 150 H. wafat 240 H.
d. Imam Ahmad bin Hambal lahir tahun 164 H wafat 241 H.

Penutup
Dengan memahami uraian di atas aliran-aliran yang bermunculan di Indonesia dengan label dan nama apapun, selama tidak sesuai dengan ajaran Al-Quran, Hadits nabi dan salaf sholihin maka sudah jelas aliran tersebut minimal adalah bid’ah, sesat bahkan sebagian sudah tidak layak dikategorikan sebagai aliran Islam, tapi agama baru yang dibungkus dengan label Islam. Wallohu A’lam bi Al-Haq.


Post a Comment

0 Comments