A. Sejarah Perkembangan Ilmu Bahasa
Ilmu bahasa yang dipelajari saat ini bermula dari penelitian tentang 
bahasa sejak zaman Yunani (abad 6 SM). Secara garis besar studi tentang 
bahasa dapat dibedakan antara (1) tata bahasa tradisional dan (2) 
linguistik modern.
1 Tata Bahasa Tradisional
Pada zaman Yunani para filsuf meneliti apa yang dimaksud dengan bahasa 
dan apa hakikat bahasa. Para filsuf tersebut sependapat bahwa bahasa 
adalah sistem tanda. Dikatakan bahwa manusia hidup dalam tanda-tanda 
yang mencakup segala segi kehidupan manusia, misalnya bangunan, 
kedokteran, kesehatan, geografi, dan sebagainya. Tetapi mengenai hakikat
 bahasa – apakah bahasa mirip realitas atau tidak – mereka belum 
sepakat. Dua filsuf besar yang pemikirannya terus berpengaruh sampai 
saat ini adalah Plato dan Aristoteles.
Plato berpendapat bahwa bahasa adalah physei atau mirip realitas; 
sedangkan Aristoteles mempunyai pendapat sebaliknya yaitu bahwa bahasa 
adalah thesei atau tidak mirip realitas kecuali onomatope dan lambang 
bunyi (sound symbolism). Pandangan Plato bahwa bahasa mirip dengan 
realitas atau non-arbitrer diikuti oleh kaum naturalis; pandangan 
Aristoteles bahwa bahasa tidak mirip dengan realitas atau arbitrer 
diikuti oleh kaum konvensionalis. Perbedaan pendapat ini juga merambah 
ke masalah keteraturan (regular) atau ketidakteraturan (irregular) dalam
 bahasa. Kelompok penganut pendapat adanya keteraturan bahasa adalah 
kaum analogis yang pandangannya tidak berbeda dengan kaum naturalis; 
sedangkan kaum anomalis yang berpendapat adanya ketidakteraturan dalam 
bahasa mewarisi pandangan kaum konvensionalis. Pandangan kaum anomalis 
mempengaruhi pengikut aliran Stoic. Kaum Stoic lebih tertarik pada 
masalah asal mula bahasa secara filosofis. Mereka membedakan adanya 
empat jenis kelas kata, yakni nomina, verba, konjungsi dan artikel.
Pada awal abad 3 SM studi bahasa dikembangkan di kota Alexandria yang 
merupakan koloni Yunani. Di kota itu dibangun perpustakaan besar yang 
menjadi pusat penelitian bahasa dan kesusastraan. Para ahli dari kota 
itu yang disebut kaum Alexandrian meneruskan pekerjaan kaum Stoic, 
walaupun mereka sebenarnya termasuk kaum analogis. Sebagai kaum analogis
 mereka mencari keteraturan dalam bahasa dan berhasil membangun pola 
infleksi bahasa Yunani. Apa yang dewasa ini disebut "tata bahasa 
tradisional" atau " tata bahasa Yunani" , penamaan itu tidak lain 
didasarkan pada hasil karya kaum Alexandrian ini.
Salah seorang ahli bahasa bemama Dionysius Thrax (akhir abad 2 SM) 
merupakan orang pertama yang berhasil membuat aturan tata bahasa secara 
sistematis serta menambahkan kelas kata adverbia, partisipel, pronomina 
dan preposisi terhadap empat kelas kata yang sudah dibuat oleh kaum 
Stoic. Di samping itu sarjana ini juga berhasil mengklasifikasikan 
kata-kata bahasa Yunani menurut kasus, jender, jumlah, kala, diatesis 
(voice) dan modus.
Pengaruh tata bahasa Yunani sampai ke kerajaan Romawi. Para ahli tata 
bahasa Latin mengadopsi tata bahasa Yunani dalam meneliti bahasa Latin 
dan hanya melakukan sedikit modifikasi, karena kedua bahasa itu mirip. 
Tata bahasa Latin dibuat atas dasar model tata bahasa Dionysius Thrax. 
Dua ahli bahasa lainnya, Donatus (tahun 400 M) dan Priscian (tahun 500 
M) juga membuat buku tata bahasa klasik dari bahasa Latin yang 
berpengaruh sampai ke abad pertengahan.
Selama abad 13-15 bahasa Latin memegang peranan penting dalam dunia 
pendidikan di samping dalam agama Kristen. Pada masa itu gramatika tidak
 lain adalah teori tentang kelas kata. Pada masa Renaisans bahasa Latin 
menjadi sarana untuk memahami kesusastraan dan mengarang. Tahun 1513 
Erasmus mengarang tata bahasa Latin atas dasar tata bahasa yang disusun 
oleh Donatus. 
Minat meneliti bahasa-bahasa di Eropa sebenarnya sudah dimulai sebelum 
zaman Renaisans, antara lain dengan ditulisnya tata bahasa Irlandia 
(abad 7 M), tata bahasa Eslandia (abad 12), dan sebagainya. Pada masa 
itu bahasa menjadi sarana dalam kesusastraan, dan bila menjadi objek 
penelitian di universitas tetap dalam kerangka tradisional. Tata bahasa 
dianggap sebagai seni berbicara dan menulis dengan benar. Tugas utama 
tata bahasa adalah memberi petunjuk tentang pemakaian "bahasa yang baik"
 , yaitu bahasa kaum terpelajar. Petunjuk pemakaian "bahasa yang baik" 
ini adalah untuk menghindarkan terjadinya pemakaian unsur-unsur yang 
dapat "merusak" bahasa seperti kata serapan, ragam percakapan, dan 
sebagainya.
Tradisi tata bahasa Yunani-Latin berpengaruh ke bahasa-bahasa Eropa 
lainnya. Tata bahasa Dionysius Thrax pada abad 5 diterjemahkan ke dalam 
bahasa Armenia, kemudian ke dalam bahasa Siria. Selanjutnya para ahli 
tata bahasa Arab menyerap tata bahasa Siria. 
Selain di Eropa dan Asia Barat, penelitian bahasa di Asia Selatan yang 
perlu diketahui adalah di India dengan ahli gramatikanya yang bemama 
Panini (abad 4 SM). Tata bahasa Sanskrit yang disusun ahli ini memiliki 
kelebihan di bidang fonetik. Keunggulan ini antara lain karena adanya 
keharusan untuk melafalkan dengan benar dan tepat doa dan nyanyian dalam
 kitab suci Weda. 
Sampai menjelang zaman Renaisans, bahasa yang diteliti adalah bahasa 
Yunani, dan Latin. Bahasa Latin mempunyai peran penting pada masa itu 
karena digunakan sebagai sarana dalam dunia pendidikan, administrasi dan
 diplomasi internasional di Eropa Barat. Pada zaman Renaisans penelitian
 bahasa mulai berkembang ke bahasa-bahasa Roman (bahasa Prancis, 
Spanyol, dan Italia) yang dianggap berindukkan bahasa Latin, juga kepada
 bahasa-bahasa yang nonRoman seperti bahasa Inggris, Jerman, Belanda, 
Swedia, dan Denmark.
B. Linguistik Modern
a. Linguistik Abad 19
Pada abad 19 bahasa Latin sudah tidak digunakan lagi dalam kehidupan 
sehari-hari, maupun dalam pemerintahan atau pendidikan. Objek penelitian
 adalah bahasa-bahasa yang dianggap mempunyai hubungan kekerabatan atau 
berasal dari satu induk bahasa. Bahasa-bahasa dikelompokkan ke dalam 
keluarga bahasa atas dasar kemiripan fonologis dan morfologis. Dengan 
demikian dapat diperkirakan apakah bahasa-bahasa tertentu berasal dari 
bahasa moyang yang sama atau berasal dari bahasa proto yang sama 
sehingga secara genetis terdapat hubungan kekerabatan di antaranya. 
Bahasa-bahasa Roman, misalnya secara genetis dapat ditelusuri berasal 
dari bahasa Latin yang menurunkan bahasa Perancis, Spanyol, dan Italia.
Untuk mengetahui hubungan genetis di antara bahasa-bahasa dilakukan 
metode komparatif. Antara tahun 1820-1870 para ahli linguistik berhasil 
membangun hubungan sistematis di antara bahasa-bahasa Roman berdasarkan 
struktur fonologis dan morfologisnya. Pada tahun 1870 itu para ahli 
bahasa dari kelompok Junggramatiker atau Neogrammarian berhasil 
menemukan cara untuk mengetahui hubungan kekerabatan antarbahasa 
berdasarkan metode komparatif.
Beberapa rumpun bahasa yang berhasil direkonstruksikan sampai dewasa ini antara lain:
1. Rumpun Indo-Eropa: bahasa Jerman, Indo-Iran, Armenia, Baltik, Slavis, Roman, Keltik, Gaulis.
2. Rumpun Semito-Hamit: bahasa Arab, Ibrani, Etiopia.
3. Rumpun Chari-Nil; bahasa Bantu, Khoisan.
4. Rumpun Dravida: bahasa Telugu, Tamil, Kanari, Malayalam.
5. Rumpun Austronesia atau Melayu-Polinesia: bahasa Melayu, Melanesia, Polinesia.
6. Rumpun Austro-Asiatik: bahasa Mon-Khmer, Palaung, Munda, Annam.
7. Rumpun Finno-Ugris: bahasa Ungar (Magyar), Samoyid.
8. Rumpun Altai: bahasa Turki, Mongol, Manchu, Jepang, Korea.
9. Rumpun Paleo-Asiatis: bahasa-bahasa di Siberia.
10. Rumpun Sino-Tibet: bahasa Cina, Thai, Tibeto-Burma.
11. Rumpun Kaukasus: bahasa Kaukasus Utara, Kaukasus Selatan.
12. Bahasa-bahasa Indian: bahasa Eskimo, Maya Sioux, Hokan
13. Bahasa-bahasa lain seperti bahasa di Papua, Australia dan Kadai.
- Ciri linguistik abad 19 sebagai berikut:
- Penelitian bahasa dilakukan terhadap bahasa-bahasa di Eropa, baik bahasa-bahasa Roman maupun nonRoman.
- Bidang utama penelitian adalah linguistik historis komparatif. Yang diteliti adalah hubungan kekerabatan dari bahasa-bahasa di Eropa untuk mengetahui bahasa-bahasa mana yang berasal dari induk yang sama. Dalam metode komparatif itu diteliti perubahan bunyi kata-kata dari bahasa yang dianggap sebagai induk kepada bahasa yang dianggap sebagai keturunannya. Misalnya perubahan bunyi apa yang terjadi dari kata barang, yang dalam bahasa Latin berbunyi causa menjadi chose dalam bahasa Perancis, dan cosa dalam bahasa Italia dan Spanyol.
- Pendekatan bersifat atomistis. Unsur bahasa yang diteliti tidak dihubungkan dengan unsur lainnya, misalnya penelitian tentang kata tidak dihubungkan dengan frase atau kalimat.
2 Linguistik Abad 20
Pada abad 20 penelitian bahasa tidak ditujukan kepada bahasa-bahasa 
Eropa saja, tetapi juga kepada bahasa-bahasa yang ada di dunia seperti 
di Amerika (bahasa-bahasa Indian), Afrika (bahasa-bahasa Afrika) dan 
Asia (bahasa-bahasa Papua dan bahasa banyak negara di Asia). 
Ciri-cirinya:
- Penelitian meluas ke bahasa-bahasa di Amerika, Afrika, dan Asia.
- Pendekatan dalam meneliti bersifat strukturalistis, pada akhir abad 20 penelitian yang bersifat fungsionalis juga cukup menonjol.
- Tata bahasa merupakan bagian ilmu dengan pembidangan yang semakin rumit. Secara garis besar dapat dibedakan atas mikrolinguistik, makro linguistik, dan sejarah linguistik.
- Penelitian teoretis sangat berkembang.
- Otonomi ilmiah makin menonjol, tetapi penelitian antardisiplin juga berkembang.
- Prinsip dalam meneliti adalah deskripsi dan sinkronis
Keberhasilan kaum Junggramatiker merekonstruksi bahasa-bahasa proto di 
Eropa mempengaruhi pemikiran para ahli linguistik abad 20, antara lain 
Ferdinand de Saussure. Sarjana ini tidak hanya dikenal sebagai bapak 
linguistik modern, melainkan juga seorang tokoh gerakan strukturalisme. 
Dalam strukturalisme bahasa dianggap sebagai sistem yang berkaitan 
(system of relation). Elemen-elemennya seperti kata, bunyi saling 
berkaitan dan bergantung dalam membentuk sistem tersebut.
Beberapa pokok pemikiran Saussure:
- Bahasa lisan lebih utama dari pada bahasa tulis. Tulisan hanya merupakan sarana yang mewakili ujaran.
- Linguistik bersifat deskriptif, bukan preskriptif seperti pada tata bahasa tradisional. Para ahli linguistik bertugas mendeskripsikan bagaimana orang berbicara dan menulis dalam bahasanya, bukan memberi keputusan bagaimana seseorang seharusnya berbicara.
- Penelitian bersifat sinkronis bukan diakronis seperti pada linguistik abad 19. Walaupun bahasa berkembang dan berubah, penelitian dilakukan pada kurun waktu tertentu.
- Bahasa merupakan suatu sistem tanda yang bersisi dua, terdiri dari signifiant (penanda) dan signifie (petanda). Keduanya merupakan wujud yang tak terpisahkan, bila salah satu berubah, yang lain juga berubah.
- Bahasa formal maupun nonformal menjadi objek penelitian.
- Bahasa merupakan sebuah sistem relasi dan mempunyai struktur.
- Dibedakan antara bahasa sebagai sistem yang terdapat dalam akal budi pemakai bahasa dari suatu kelompok sosial (langue) dengan bahasa sebagai manifestasi setiap penuturnya (parole).
- Dibedakan antara hubungan asosiatif dan
 sintagmatis dalam bahasa. Hubungan asosiatif atau paradigmatis ialah 
hubungan antarsatuan bahasa dengan satuan lain karena ada kesamaan 
bentuk atau makna. Hubungan sintagmatis ialah hubungan antarsatuan 
pembentuk sintagma dengan mempertentangkan suatu satuan dengan satuan 
lain yang mengikuti atau mendahului.
Gerakan strukturalisme dari Eropa ini berpengaruh sampai ke benua 
Amerika. Studi bahasa di Amerika pada abad 19 dipengaruhi oleh hasil 
kerja akademis para ahli Eropa dengan nama deskriptivisme. Para ahli 
linguistik Amerika mempelajari bahasa-bahasa suku Indian secara 
deskriptif dengan cara menguraikan struktur bahasa. Orang Amerika banyak
 yang menaruh perhatian pada masalah bahasa. Thomas Jefferson, presiden 
Amerika yang ketiga (1801-1809), menganjurkan agar supaya para ahli 
linguistik Amerika mulai meneliti bahasa-bahasa orang Indian. Seorang 
ahli linguistik Amerika bemama William Dwight Whitney (1827-1894) 
menulis sejumlah buku mengenai bahasa, antara lain Language and the 
Study of Language (1867). 
Tokoh linguistik lain yang juga ahli antropologi adalah Franz Boas 
(1858-1942). Sarjana ini mendapat pendidikan di Jerman, tetapi 
menghabiskan waktu mengajar di negaranya sendiri. Karyanya berupa buku 
Handbook of American Indian languages (1911-1922) ditulis bersama 
sejumlah koleganya. Di dalam buku tersebut terdapat uraian tentang 
fonetik, kategori makna dan proses gramatikal yang digunakan untuk 
mengungkapkan makna. Pada tahun 1917 diterbitkan jurnal ilmiah berjudul 
International Journal of American Linguistics.
Pengikut Boas yang berpendidikan Amerika, Edward Sapir (1884-1939), juga
 seorang ahli antropologi dinilai menghasilkan karya-karya yang sangat 
cemerlang di bidang fonologi. Bukunya, Language (1921) sebagian besar 
mengenai tipologi bahasa. Sumbangan Sapir yang patut dicatat adalah 
mengenai klasifikasi bahasa-bahasa Indian.
Pemikiran Sapir berpengaruh pada pengikutnya, L. Bloomfield (1887-1949),
 yang melalui kuliah dan karyanya mendominasi dunia linguistik sampai 
akhir hayatnya. Pada tahun 1914 Bloomfield menulis buku An Introduction 
to Linguistic Science. Artikelnya juga banyak diterbitkan dalam jurnal 
Language yang didirikan oleh Linguistic Society of America tahun 1924. 
Pada tahun 1933 sarjana ini menerbitkankan buku Language yang 
mengungkapkan pandangan behaviorismenya tentang fakta bahasa, yakni 
stimulus-response atau rangsangan-tanggapan. Teori ini dimanfaatkan oleh
 Skinner (1957) dari Universitas Harvard dalam pengajaran bahasa melalui
 teknik drill.
Dalam bukunya Language, Bloomfield mempunyai pendapat yang bertentangan 
dengan Sapir. Sapir berpendapat fonem sebagai satuan psikologis, tetapi 
Bloomfield berpendapat fonem merupakan satuan behavioral. Bloomfield dan
 pengikutnya melakukan penelitian atas dasar struktur bahasa yang 
diteliti, karena itu mereka disebut kaum strukturalisme dan pandangannya
 disebut strukturalis.
Bloomfield beserta pengikutnya menguasai percaturan linguistik selama 
lebih dari 20 tahun. Selama kurun waktu itu kaum Bloomfieldian berusaha 
menulis tata bahasa deskriptif dari bahasa-bahasa yang belum memiliki 
aksara. Kaum Bloomfieldian telah berjasa meletakkan dasar-dasar bagi 
penelitian linguistik di masa setelah itu.
Bloomfield berpendapat fonologi, morfologi dan sintaksis merupakan 
bidang mandiri dan tidak berhubungan. Tata bahasa lain yang 
memperlakukan bahasa sebagai sistem hubungan adalah tata bahasa 
stratifikasi yang dipelopori oleh S.M. Lamb. Tata bahasa lainnya yang 
memperlakukan bahasa sebagai sistem unsur adalah tata bahasa tagmemik 
yang dipelopori oleh K. Pike. Menurut pendekatan ini setiap gatra diisi 
oleh sebuah elemen. Elemen ini bersama elemen lain membentuk suatu 
satuan yang disebut tagmem.
Murid Sapir lainnya, Zellig Harris, mengaplikasikan metode strukturalis 
ke dalam analisis segmen bahasa. Sarjana ini mencoba menghubungkan 
struktur morfologis, sintaktis, dan wacana dengan cara yang sama dengan 
yang dilakukan terhadap analisis fonologis. Prosedur penelitiannya 
dipaparkan dalam bukunya Methods in Structural Linguistics (1951).
Ahli linguistik yang cukup produktif dalam membuat buku adalah Noam 
Chomsky. Sarjana inilah yang mencetuskan teori transformasi melalui 
bukunya Syntactic Structures (1957), yang kemudian disebut classical 
theory. Dalam perkembangan selanjutnya, teori transformasi dengan pokok 
pikiran kemampuan dan kinerja yang dicetuskannya melalui Aspects of the 
Theory of Syntax (1965) disebut standard theory. Karena pendekatan teori
 ini secara sintaktis tanpa menyinggung makna (semantik), teori ini 
disebut juga sintaksis generatif (generative syntax). Pada tahun 1968 
sarjana ini mencetuskan teori extended standard theory. Selanjutnya pada
 tahun 1970, Chomsky menulis buku generative semantics; tahun 1980 
government and binding theory; dan tahun 1993 Minimalist program.
C. Paradigma
Kata paradigma diperkenalkan oleh Thomas Khun pada sekitar abad 15. 
Paradigma adalah prestasi ilmiah yang diakui pada suatu masa sebagai 
model untuk memecahkan masalah ilmiah dalam kalangan tertentu. Paradigma
 dapat dikatakan sebagai norma ilmiah. Contoh paradigma yang mulai 
tumbuh sejak zaman Yunani tetapi pengaruhnya tetap terasa sampai zaman 
modern ini adalah paradigma Plato dan paradigma Aristoteles. Paradigma 
Plato berintikan pendapat Plato bahwa bahasa adalah physei atau mirip 
dengan realitas, disebut juga non-arbitrer atau ikonis. Paradigma 
Aristoteles berintikan bahwa bahasa adalah thesei atau tidak mirip 
dengan realitas, kecuali onomatope, disebut arbitrer atau non-ikonis. 
Kedua paradigma ini saling bertentangan, tetapi dipakai oleh peneliti 
dalam memecahkan masalah bahasa, misalnya tentang hakikat tanda bahasa. 
Pada masa tertentu paradigma Plato banyak digunakan ahli bahasa untuk 
memecahkan masalah linguistik. Penganut paradigma Plato ini disebut kaum
 naturalis. Mereka menolak gagasan kearbitreran. Pada masa tertentu 
lainnya paradigma Aristoteles digunakan mengatasi masalah linguistik. 
Penganut paradigma Aristoteles disebut kaum konvensionalis. Mereka 
menerima adanya kearbiteran antara bahasa dengan realitas.
Pertentangan antara kedua paradigma ini terus berlangsung sampai abad 
20. Di bidang linguistik dan semiotika dikenal tokoh Ferdinand de 
Saussure sebagai penganut paradigma .Aristoteles dan Charles S. Peirce 
sebagai penganut paradigma Plato. Mulai dari awal abad 19 sampai tahun 
1960-an paradigma Aristoteles yang diikuti Saussure yang berpendapat 
bahwa bahasa adalah sistem tanda yang arbitrer digunakan dalam 
memecahkan masalah-masalah linguistik. Tercatat beberapa nama ahli 
linguistik seperti Bloomfield dan Chomsky yang dalam pemikirannya 
menunjukkan pengaruh Saussure dan paradigma Aristoteles. Menjelang 
pertengahan tahun 60-an dominasi paradigma Aristoteles mulai digoyahkan 
oleh paradigma Plato melalui artikel R. Jakobson "Quest for the Essence 
of Language" (1967) yang diilhami oleh Peirce. Beberapa nama ahli 
linguistik seperti T. Givon, J. Haiman, dan W. Croft tercatat sebagai 
penganut paradigma Plato.
D. Cakupan dan Kemaknawian Ilmu Bahasa
Secara umum, bidang ilmu bahasa dibedakan atas linguistik murni dan 
linguistik terapan. Bidang linguistik murni mencakup fonetik, fonologi, 
morfologi, sintaksis, dan semantik. Sedangkan bidang linguistik terapan 
mencakup pengajaran bahasa, penerjemahan, leksikografi, dan lain-lain. 
Beberapa bidang tersebut dijelaskan dalam sub-bab berikut ini.
1 Fonetik
Fonetik mengacu pada artikulasi bunyi bahasa. Para ahli fonetik telah 
berhasil menentukan cara artikulasi dari berbagai bunyi bahasa dan 
membuat abjad fonetik internasional sehingga memudahkan seseorang untuk 
mempelajari dan mengucapkan bunyi yang tidak ada dalam bahasa ibunya. 
Misalnya dalam bahasa Inggris ada perbedaan yang nyata antara bunyi tin 
dan thin, dan antara they dan day, sedangkan dalam bahasa Indonesia 
tidak. Dengan mempelajari fonetik, orang Indonesia akan dapat 
mengucapkan kedua bunyi tersebut dengan tepat.
Abjad fonetik internasional, yang didukung oleh laboratorium fonetik, 
departemen linguistik, UCLA, penting dipelajari oleh semua pemimpin, 
khususnya pemimpin negara. Dengan kemampuan membaca abjad fonetik secara
 tepat, seseorang dapat memberikan pidato dalam ratusan bahasa. 
Misalnya, jika seorang pemimpin di Indonesia mengadakan kunjungan ke 
Cina, ia cukup meminta staf-nya untuk menerjemahkan pidatonya ke bahasa 
Cina dan menulisnya dengan abjad fonetik, sehingga ia dapat memberikan 
pidato dalam bahasa Cina dengan ucapan yang tepat. Salah seorang 
pemimpin yang telah memanfaatkan abjad fonetik internasional adalah Paus
 Yohanes Paulus II. Ke negara manapun beliau berkunjung, beliau selalu 
memberikan khotbah dengan menggunakan bahasa setempat. Apakah hal 
tersebut berarti bahwa beliau memahami semua bahasa di dunia? Belum 
tentu, namun cukup belajar fonetik saja untuk mampu mengucapkan bunyi 
ratusan bahasa dengan tepat.
2 Fonologi
Fonologi mengacu pada sistem bunyi bahasa. Misalnya dalam bahasa 
Inggris, ada gugus konsonan yang secara alami sulit diucapkan oleh 
penutur asli bahasa Inggris karena tidak sesuai dengan sistem fonologis 
bahasa Inggris, namun gugus konsonan tersebut mungkin dapat dengan mudah
 diucapkan oleh penutur asli bahasa lain yang sistem fonologisnya 
terdapat gugus konsonan tersebut. Contoh sederhana adalah pengucapan 
gugus ‘ng’ pada awal kata, hanya berterima dalam sistem fonologis bahasa
 Indonesia, namun tidak berterima dalam sistem fonologis bahasa Inggris.
 Kemaknawian utama dari pengetahuan akan sistem fonologi ini adalah 
dalam pemberian nama untuk suatu produk, khususnya yang akan dipasarkan 
di dunia internasional. Nama produk tersebut tentunya akan lebih baik 
jika disesuaikan dengan sistem fonologis bahasa Inggris, sebagai bahasa 
internasional.
3 Morfologi
Morfologi lebih banyak mengacu pada analisis unsur-unsur pembentuk kata.
 Sebagai perbandingan sederhana, seorang ahli farmasi (atau kimia?) 
perlu memahami zat apa yang dapat bercampur dengan suatu zat tertentu 
untuk menghasilkan obat flu yang efektif; sama halnya seorang ahli 
linguistik bahasa Inggris perlu memahami imbuhan apa yang dapat 
direkatkan dengan suatu kata tertentu untuk menghasilkan kata yang 
benar. Misalnya akhiran -¬en dapat direkatkan dengan kata sifat dark 
untuk membentuk kata kerja darken, namun akhiran -¬en tidak dapat 
direkatkan dengan kata sifat green untuk membentuk kata kerja. Alasannya
 tentu hanya dapat dijelaskan oleh ahli bahasa, sedangkan pengguna 
bahasa boleh saja langsung menggunakan kata tersebut. Sama halnya, 
alasan ketentuan pencampuran zat-zat kimia hanya diketahui oleh ahli 
farmasi, sedangkan pengguna obat boleh saja langsung menggunakan obat 
flu tersebut, tanpa harus mengetahui proses pembuatannya.
4 Sintaksis
Analisis sintaksis mengacu pada analisis frasa dan kalimat. Salah satu 
kemaknawiannya adalah perannya dalam perumusan peraturan 
perundang-undangan. Beberapa teori analisis sintaksis dapat menunjukkan 
apakah suatu kalimat atau frasa dalam suatu peraturan perundang-undangan
 bersifat ambigu (bermakna ganda) atau tidak. Jika bermakna ganda, 
tentunya perlu ada penyesuaian tertentu sehingga peraturan 
perundang-undangan tersebut tidak disalahartikan baik secara sengaja 
maupun tidak sengaja.
5 Semantik
Kajian semantik membahas mengenai makna bahasa. Analisis makna dalam hal
 ini mulai dari suku kata sampai kalimat. Analisis semantik mampu 
menunjukkan bahwa dalam bahasa Inggris, setiap kata yang memiliki suku 
kata ‘pl’ memiliki arti sesuatu yang datar sehingga tidak cocok untuk 
nama produk/benda yang cekung. Ahli semantik juga dapat membuktikan suku
 kata apa yang cenderung memiliki makna yang negatif, sehingga suku kata
 tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai nama produk asuransi. Sama 
halnya dengan seorang dokter yang mengetahui antibiotik apa saja yang 
sesuai untuk seorang pasien dan mana yang tidak sesuai. 
6 Pengajaran Bahasa
Ahli bahasa adalah guru dan/atau pelatih bagi para guru bahasa. Ahli 
bahasa dapat menentukan secara ilmiah kata-kata apa saja yang perlu 
diajarkan bagi pelajar bahasa tingkat dasar. Para pelajar hanya langsung
 mempelajari kata-kata tersebut tanpa harus mengetahui bagaimana 
kata-kata tersebut disusun. Misalnya kata-kata dalam buku-buku Basic 
English. Para pelajar (dan guru bahasa Inggris dasar) tidak harus 
mengetahui bahwa yang dimaksud Basic adalah B(ritish), A(merican), 
S(cientific), I(nternational), C(ommercial), yang pada awalnya diolah 
pada tahun 1930an oleh ahli linguistik C. K. Ogden. Pada masa awal 
tersebut, Basic English terdiri atas 850 kata utama. 
Selanjutnya, pada tahun 1953, Michael West menyusun General Service List
 yang berisikan dua kelompok kata utama (masing-masing terdiri atas 1000
 kata) yang diperlukan oleh pelajar untuk dapat berbicara dalam bahasa 
Inggris. Daftar tersebut terus dikembangkan oleh berbagai universitas 
ternama yang memiliki jurusan linguistik. Pada tahun 1998, Coxhead dari 
Victoria University or Wellington, berhasil menyelesaikan suatu proyek 
kosakata akademik yang dilakukan di semua fakultas di universitas 
tersebut dan menghasilkan Academic Wordlist, yaitu daftar kata-kata yang
 wajib diketahui oleh mahasiswa dalam membaca buku teks berbahasa 
Inggris, menulis laporan dalam bahasa Inggris, dan tujuannya lainnya 
yang bersifat akademik.
Proses penelitian hingga menjadi materi pelajaran atau buku bahasa 
Inggris yang bermanfaat hanya diketahui oleh ahli bahasa yang terkait, 
sedangkan pelajar bahasa dapat langung mempelajari dan memperoleh 
manfaatnya. Sama halnya dalam ilmu kedokteran, proses penelitian hingga 
menjadi obat yang bermanfaat hanya diketahui oleh dokter, sedangkan 
pasien dapat langsung menggunakannya dan memperoleh manfaatnya. 
7 Leksikografi
Leksikografi adalah bidang ilmu bahasa yang mengkaji cara pembuatan 
kamus. Sebagian besar (atau bahkan semua) sarjana memiliki kamus, namun 
mereka belum tentu tahu bahwa penulisan kamus yang baik harus melalui 
berbagai proses.
Dua nama besar yang mengawali penyusunan kamus adalah Samuel Johnson 
(1709-1784) dan Noah Webster (1758-1843). Johnson, ahli bahasa dari 
Inggris, membuat Dictionary of the English Language pada tahun 1755, 
yang terdiri atas dua volume. Di Amerika, Webster pertama kali membuat 
kamus An American Dictionary of the English Language pada tahun 1828, 
yang juga terdiri atas dua volume. Selanjutnya, pada tahun 1884 
diterbitkan Oxford English Dictionary yang terdiri atas 12 volume.
 
 
 
 
 
 
 
0 Comments
Terima Kasih telah berkunjung di blog pribadi saya.
EmojiOrder Ubi Cilembu
Call/SMS/WA. 082319517777