Siapakah sesungguhnya Bangsa Indonesia? Ada banyak cara/versi
untuk menerangkan jawaban atas pertanyaan tadi. Dari semua versi,
keseluruhannnya berpendapat sama jika lelulur masyarakat Indonesia yang
sekarang ini mendiami Nusantara adalah bangsa pendatang. Penelitian
arkeologi dan ilmu genetika memberikan bukti kuat jika leluhur Bangsa
Indonesia bermigrasi dari wilayah Asia ke wilayah Asia bagian Selatan.
Masyarakat Indonesia mungkin banyak yang tidak menyadari apabila
perbedaan warna kulit, suku, ataupun bahasa tidak menutupi fakta suatu
bangsa yang memiliki rumpun sama, yaitu rumpun Austronesia. Jika melihat
catatan penelitian dan kajian ilmiah tentang asal-usul suatu bangsa,
apakah masyarakat Indonesia menyadari jika mereka berasal (keturunan)
dari leluhur yang sama (satu rumpun)?
Topik dalam tulisan ini sebelumnya sudah sering dibahas di media
cetak maupun elektronik, termasuk juga dituliskan oleh beberapa
blogger. Sayang sekali di setiap penulisan tidak memberikan penegasan
apapun kecuali hanya sekedar informasi umum. Pada prinsipnya, dengan
menelusuri asal-usul suatu bangsa, setidaknya akan diketahui gambaran
atas pemikiran, paham, ataupun anggapan tentang sikap suatu bangsa.
Menelusuri asal-usul suatu bangsa tidak sekedar membutuhkan bidang
ilmu antropologi, akan tetapi sudah masuk ke dalam ranah ilmu genetika.
Pada awalnya, penelurusuran hanya didasarkan pada bukti-bukti
arkeologi dan pola penuturan bahasa. Temuan terbaru cukup mengejutkan
karena merubah keseluruhan fakta di masa lalu jika selama ini leluhur
Bangsa Indonesia bukan berasal dari Yunan.
Teori Awal Tentang Yunan
Teori awal tengan asal-usul Bangsa Indonesia dikemukakan oleh sejarawan kuno sekaligus arkeolog dari Austria, yaitu Robern Barron von Heine Geldern atau lebih dikenal von Heine Geldern (1885-1968). Berdasarkan kajian mendalam atas kebudayaan megalitik di Asia Tenggara dan beberapa wilayah di bagian Pasifik disimpulkan bahwa pada masa lampau telah terjadi perpindahan (migrasi) secara bergelombang dari Asia sebelah Utara menuju Asia bagian Selatan. Mereka ini kemudian mendiami wilayah berupa pulau-pulau yang terbentang dari Madagaskar (Afrika) sampai dengan Pulau Paskah (Chili), Taiwan, dan Selandia Baru yang selanjutnya wilayah tersebut dinamakan wilayah berkebudayaan Austronesia. Teori mengenai kebudayaan Austronesia dan neolitikum inilah yang sangat populer di kalangan antropolog untuk menjelaskan misteri migrasi bangsa-bangsa di masa neolitikum (2000 SM hingga 200 SM).
Teori awal tengan asal-usul Bangsa Indonesia dikemukakan oleh sejarawan kuno sekaligus arkeolog dari Austria, yaitu Robern Barron von Heine Geldern atau lebih dikenal von Heine Geldern (1885-1968). Berdasarkan kajian mendalam atas kebudayaan megalitik di Asia Tenggara dan beberapa wilayah di bagian Pasifik disimpulkan bahwa pada masa lampau telah terjadi perpindahan (migrasi) secara bergelombang dari Asia sebelah Utara menuju Asia bagian Selatan. Mereka ini kemudian mendiami wilayah berupa pulau-pulau yang terbentang dari Madagaskar (Afrika) sampai dengan Pulau Paskah (Chili), Taiwan, dan Selandia Baru yang selanjutnya wilayah tersebut dinamakan wilayah berkebudayaan Austronesia. Teori mengenai kebudayaan Austronesia dan neolitikum inilah yang sangat populer di kalangan antropolog untuk menjelaskan misteri migrasi bangsa-bangsa di masa neolitikum (2000 SM hingga 200 SM).
Teori von Heine Geldern tentang kebudayaan Austronesia mengilhami
pemikiran tentang rumpun kebudayaan Yunan (Cina) yang masuk ke Asia
bagian Selatan hingga Australia. Salah satunya pula yang melandasi
pemikiran apabila leluhur Bangsa Indonesia berasal dari Yunan. Teori
ini masih sangat lemah (kurang akurat) karena hanya didasarkan pada
bukti-bukti kesamaan secara fisik seperti temuan benda-benda arkeologi
ataupun kebudayaan megalitikum. Teori ini juga sangat mudah
diperdebatkan setelah ditemukannya catatan-catatan sejarah di Borneo
(Kalimantan), Sulawesi bagian Utara, dan Sumatera yang saling
bertentangan dengan teori Out of Yunan. Sayangnya, masih banyak
pendidikan dasar di Indonesia yang masih mempertahankan prinsip ‘Out of
Yunan’.
Teori Linguistik
Teori mengenai asal-usul Bangsa Indonesia kemudian berpijak pada studi ilmu linguistik. Dari keseluruhan bahasa yang dipergunakan suku-suku di Nusantara memiliki rumpun yang sama, yaitu rumun Austronesia. Akar dari keseluruhan cabang bahasa yang digunakan leluhur yang menetap di wilayah Nusantara berasal dari rumpun Austronesia di Formosa atau dikenal dengan rumpun Taiwan. Teori linguistik membuka pemikiran baru tentang sejarah asal-usul Bangsa Indonsia yang disebut pendekatan ‘Out of Taiwan’. Teori ini dikemukakan oleh Harry Truman Simandjuntak yang selanjutnya mendasar teori moderen mengenai asal usul Bangsa Indonesia.
Teori mengenai asal-usul Bangsa Indonesia kemudian berpijak pada studi ilmu linguistik. Dari keseluruhan bahasa yang dipergunakan suku-suku di Nusantara memiliki rumpun yang sama, yaitu rumun Austronesia. Akar dari keseluruhan cabang bahasa yang digunakan leluhur yang menetap di wilayah Nusantara berasal dari rumpun Austronesia di Formosa atau dikenal dengan rumpun Taiwan. Teori linguistik membuka pemikiran baru tentang sejarah asal-usul Bangsa Indonsia yang disebut pendekatan ‘Out of Taiwan’. Teori ini dikemukakan oleh Harry Truman Simandjuntak yang selanjutnya mendasar teori moderen mengenai asal usul Bangsa Indonesia.
Pada prinsipnya, menurut pendekatan ilmu linguistik, asal-usul suatu
bangsa dapat ditelusuri melalui pola penyebaran bahasanya. Pendekatan
ilmu linguistik mendukung fakta penyebaran bangsa-bangsa rumpun
Austronesia. Istilah Austronesia sendiri sesungguhnya mengacu pada
pengertian bahasa penutur. Bukti arkeologi menjelaskan apabila
keberadaan bangsa Austronesia di Kepulauan Formosa (Taiwan) sudah ada
sejak 6000 tahun yang lalu. Dari kepulauan Formosa ini kemudian bangsa
Austronesia menyebar ke Filipina, Indonesia, Madagaskar (Afrika),
hingga ke wilayah Pasifik. Sekalipun demikian, pendekatan ilmu
linguistik masih belum mampu menjawab misteri perpindahan dari Cina
menuju Kepulauan Formosa.
Pendekatan Teori Genetika
Teori dengan pendekatan ‘Out of Taiwan’ nampaknya semakin kuat setelah disertai bukti-bukti berupa kecocokan genetika. Riset genetika yang dilakukan pada ribuan kromosom tidak menemukan kecocokan pola genetika dengan wilayah di Cina. Temuan ini tentunya cukup mengejutkan karena dianggap memutuskan dugaan gelombang migrasi yang berasal dari Cina, termasuk di antaranya pendekatan ‘Out of Yunan’. Sebaliknya, kecocokan pola genetika justru semakin memperkuat pendekatan ‘Out of Taiwan’ yang sebelumnya juga dijadikan dasar pemikiran arkeologi dengan pendekatan ilmu linguistik.
Teori dengan pendekatan ‘Out of Taiwan’ nampaknya semakin kuat setelah disertai bukti-bukti berupa kecocokan genetika. Riset genetika yang dilakukan pada ribuan kromosom tidak menemukan kecocokan pola genetika dengan wilayah di Cina. Temuan ini tentunya cukup mengejutkan karena dianggap memutuskan dugaan gelombang migrasi yang berasal dari Cina, termasuk di antaranya pendekatan ‘Out of Yunan’. Sebaliknya, kecocokan pola genetika justru semakin memperkuat pendekatan ‘Out of Taiwan’ yang sebelumnya juga dijadikan dasar pemikiran arkeologi dengan pendekatan ilmu linguistik.
Dengan menggunakan pendekatan ilmu linguistik dan riset genetika,
maka asal-usul Bangsa Indonesia bisa dipastikan bukan berasal dari
Yunan, akan tetapi berasal dari bangsa Austronesia yang mendiami
Kepulauan Formosa (Taiwan). Direktur Institut Biologi Molekuler, Prof.
Dr Sangkot Marzuki menyarankan untuk dilakukan perombakan pandangan
yang tentang asal-usul Bangsa Indonesia. Dari pendekatan genetika
menghasilkan beragam pandangan tentang pola penyebaran bangsa
Austronesia. Hingga saat ini masih dilakukan berbagai kajian mendalam
untuk memperkuat pendugaan melalui pendekatan linguistik tentang
pendekatan ‘Out of Taiwan’.
Jalur Migrasi
Jalur migrasi berdasarkan pendekatan ‘Out of Taiwan’ bertentangan dengan pendekatan ‘Out of Yunan’. Pendekatan ‘Out of Yunan’ menerangkan migrasi Austronesia bermula dari Utara menuju semenanjung Melayu yang selanjutnya menyebar ke wilayah Timur Indonesia. Pendekatan ‘Out of Yunan’ dapat dilemahkan setelah ditelusuri berdasarkan pendekatan linguistik dan diperkuat pula oleh pembuktian genetika.
Jalur migrasi berdasarkan pendekatan ‘Out of Taiwan’ bertentangan dengan pendekatan ‘Out of Yunan’. Pendekatan ‘Out of Yunan’ menerangkan migrasi Austronesia bermula dari Utara menuju semenanjung Melayu yang selanjutnya menyebar ke wilayah Timur Indonesia. Pendekatan ‘Out of Yunan’ dapat dilemahkan setelah ditelusuri berdasarkan pendekatan linguistik dan diperkuat pula oleh pembuktian genetika.
Berdasarkan pendekatan ‘Out of Taiwan’, migrasi leluhur dari Taiwan
(Formosa) tiba terlebih dulu di Filipina bagian Utara sekitar 4500
hingga 3000 SM. Diduga migrasi dilakukan untuk memisahkan diri mencari
wilayah baru di Selatan. Akibat dari migrasi ini kemudian membentuk
budaya baru, termasuk diantaranya pembentukan cabang bahasa yang
disebut Proto-Malayo-Polinesia (PMP). Teori migrasi awal bangsa
Austronesia dari Formosa disampaikan oleh Daud A. Tanudirjo berdasarkan
pandangan pakar linguistik Robert Blust yang menerangkan pola
penyebaran bangsa-bangsa Austronesia.
Pada tahap selanjutnya sekitar 3500 hingga 2000 SM terjadi migrasi
dari Masyarakat yang semula mendiami Filipina dengan tujuan Kalimantan,
Sulawesi, dan Maluku Utara. Migrasi yang berakhir di Maluku Utara ini
kemudian meneruskan migrasinya sekitar tahun 3000 hingga 2000 SM menuju
ke Selatan dan Timur. Migrasi di bagian Selatan menuju gugus Nusa
Tenggara, sedangkan di bagian Timur menuju pantai Papua bagian Barat.
Dari Papua Barat ini kemudian mereka bermigrasi lagi dengan tujuan
wilayah Oseania hingga mencapai Kepulauan Bismarck (Melanesia) sekitar
1500 SM.
Pada periode 3000 hingga 2000 SM, migrasi juga dilakukan ke bagian
Barat yang dilakukan oleh mereka yang sebelumnya menghuni Kalimantan
dan Sulawesi menuju Jawa dan Sumatera. Selanjutnya, hijrah pun
diteruskan menuju semenanjung Melayu hingga ke seluruh wilayah di Asia
Tenggara. Proses migrasi berulang-ulang dan menghabiskan masa ribuan
tahun tidak hanya membentuk keanekaragaman budaya baru, akan tetapi
juga pola penuturan (bahasa) baru.
Penutup
Teori asal-usul Bangsa Indonesia dengan pendekatan ‘Out of Taiwan’ saat ini adalah teori paling mendukung karena disertai bukti linguistik dan genetika. Kesamaan pola budaya Megalitikum hanya bisa menjelaskan pola variasi budaya, akan tetapi belum mampu untuk menjelaskan arus migrasi pertama kali. Pendekatan ‘Out of Taiwan’ pun bukannya tanpa celah. Seperti yang dikemukakan oleh Prof. Dr Sangkot Marzuki, teori mengenai keberadaan bangsa Austronesia berdasarkan pendekatan genetika juga masih beragam dan belum menemukan titik temu.
Teori asal-usul Bangsa Indonesia dengan pendekatan ‘Out of Taiwan’ saat ini adalah teori paling mendukung karena disertai bukti linguistik dan genetika. Kesamaan pola budaya Megalitikum hanya bisa menjelaskan pola variasi budaya, akan tetapi belum mampu untuk menjelaskan arus migrasi pertama kali. Pendekatan ‘Out of Taiwan’ pun bukannya tanpa celah. Seperti yang dikemukakan oleh Prof. Dr Sangkot Marzuki, teori mengenai keberadaan bangsa Austronesia berdasarkan pendekatan genetika juga masih beragam dan belum menemukan titik temu.
Jika ditanya motif suku-suku bangsa ketika itu untuk menggabungkan
diri ke dalam NKRI bukanlah semata didasarkan atas kesamaan nasib.
Kesamaan asal usul leluhur sangat dimungkinkan bagi melatarbelakangi
keinginan untuk menyatukan kembali menjadi suatu bangsa. Kedatangan
kolonial Eropa yang meng-kapling wilayah menyebabkan suku-suku bangsa
di wilayah penyebaran Austronesia menjadi terpisah secara politik satu
dengan yang lain. Tidak mengherankan apabila catatan sejarah Majapahit
dan Sriwijaya wilayah meng-klaim Nusantara sebagai wilayah kekuasaan
Austronesia.
Kisah tentang sejarah asal-usul Bangsa Indonesia sesungguhnya masih
belum terungkap penuh. Temuan terbaru dari Prof. Dr Sangkot Marzuki
bahkan menyatakan jika penyebaran bangsa dengan bahasa Austronesia
berawal dari wilayah Sunda (Jawa Barat). Perlu kiranya pemikiran atau
teori baru tentang asal-usul Bangsa Indonesia dikaji ulang. Untuk awal,
setidaknya dengan membebaskan terlebih dahulu paham ‘Out of Yunan’.
Sekalipun belum ditemukan bukti-bukti genetika secara meyakinkan,
suku bangsa Austronesia yang menempati gugus kepulauan Formosa (Taiwan)
diduga kuat bermigrasi dari wilayah Utara (Cina). Rumpun bahasa
Austronesia dan keluarga bahasa lainnya di Asia Tenggara merupakan
filum Bahasa Austrik. Dilihat dari kekerabatan linguistik (hipotesis
filum Austrik), semua bahasa di wilayah Tiongkok bagian Selatan
memiliki kedekatan (kekerabatan) dengan rumpun Bahasa Austrik. Jika
hendak ditarik benang merahnya, maka diskriminasi rasial tidak perlu
terjadi di negeri ini. Dengan memahami sejarah masa lalu dirinya
sendiri, setidaknya bangsa ini akan lebih bijaksana dalam memberikan
sikap.
Bangsa Indonesia adalah bangsa antisejarah, selalu membunuh masa
lalunya. Masa lalu bukan bagian dirinya, tetapi sejarah “yang lain”.
Bangsa ini telah terpecah-pecah secara pikiran.
lalunya. Masa lalu bukan bagian dirinya, tetapi sejarah “yang lain”.
Bangsa ini telah terpecah-pecah secara pikiran.
Kesadaran nasional di Indonesia mulai dihancurkan para pemimpin. Tiap
pemimpin membangun kekuasaan dengan menjatuhkan “musuh” yang
digantikannya. Sejarah modern kita adalah sejarah anti.
pemimpin membangun kekuasaan dengan menjatuhkan “musuh” yang
digantikannya. Sejarah modern kita adalah sejarah anti.
Perjalanan bangsa
Masa revolusi Indonesia, 1945-1949, sudah diwarnai konflik antara
kaum republikan yang pro negara kesatuan dan kaum federal yang lebih
setuju negara federal Indonesia, yakni Republik Indonesia Serikat.
Untuk sementara, perang pikiran dimenangkan kaum republikan-kesatuan.
Namun, setelah Konferensi Meja Bundar di Den Haag tahun 1949, kaum
federal berhasil menenggelamkan kaum negara kesatuan. Indonesia
menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS).
kaum republikan yang pro negara kesatuan dan kaum federal yang lebih
setuju negara federal Indonesia, yakni Republik Indonesia Serikat.
Untuk sementara, perang pikiran dimenangkan kaum republikan-kesatuan.
Namun, setelah Konferensi Meja Bundar di Den Haag tahun 1949, kaum
federal berhasil menenggelamkan kaum negara kesatuan. Indonesia
menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS).
Usia RIS cuma delapan bulan, lalu tanggal 17 Agustus 1950 Indonesia
kembali ke negara kesatuan dengan Undang-Undang Dasar Sementara. Di
sini pertarungan antara kaum federal yang liberal dan kaum negara
kesatuan berlangsung. Masa liberal menjamin kebebasan individu, dan
banyak muncul partai. Maka, lembar kertas pemilu mirip zaman
Reformasi, lebih dari seratus partai. Begitulah bangsa ini, kalau
diberi kebebasan, lupa daratan. Semua pihak ingin menang sendiri
menguasai Indonesia, terbukti dengan dead lock Konstituante hasil
pemilu pertama (1955).
kembali ke negara kesatuan dengan Undang-Undang Dasar Sementara. Di
sini pertarungan antara kaum federal yang liberal dan kaum negara
kesatuan berlangsung. Masa liberal menjamin kebebasan individu, dan
banyak muncul partai. Maka, lembar kertas pemilu mirip zaman
Reformasi, lebih dari seratus partai. Begitulah bangsa ini, kalau
diberi kebebasan, lupa daratan. Semua pihak ingin menang sendiri
menguasai Indonesia, terbukti dengan dead lock Konstituante hasil
pemilu pertama (1955).
Jalan buntu Badan Konstituante ini dinilai membahayakan bangsa dan
negara. Dengan demikian, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit
Presiden tahun 1959, mengajak kembali ke UUD ’45 dan Pancasila. Mulai
tahun inilah kaum republikan-kesatuan menang, dan dimulailah masa
pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang amat antiliberalisme. Selama
demokrasi terpimpin, semua yang berbau liberal dihancurkan. Sejarah
dihapus. Masa lalu bukan bagian masa kini. Sejarah Indonesia dimulai
dengan zaman baru, yakni zaman “revolusi yang belum selesai”.
negara. Dengan demikian, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit
Presiden tahun 1959, mengajak kembali ke UUD ’45 dan Pancasila. Mulai
tahun inilah kaum republikan-kesatuan menang, dan dimulailah masa
pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang amat antiliberalisme. Selama
demokrasi terpimpin, semua yang berbau liberal dihancurkan. Sejarah
dihapus. Masa lalu bukan bagian masa kini. Sejarah Indonesia dimulai
dengan zaman baru, yakni zaman “revolusi yang belum selesai”.
Antimasa lalu demokrasi terpimpin diperlihatkan dengan memenjarakan
para pendukung kaum liberal. Produk liberal, musik ngak ngik ngok,
dilarang. Kaum muda yang gandrung The Beatles yang saat itu sedang
nge-top terpaksa mendengarkan piringan hitam di gudang. Bung Karno
menyerukan “kembali ke kepribadian nasional”. Indonesia
harus “berdiri di atas kaki sendiri”. “Segala yang berbau Barat, yang
membanjir pada masa liberal, dilarang masuk Indonesia”. Buku-buku
Barat merupakan kemewahan bagi pendukung kaum liberal. Sebaliknya,
buku-buku “Timur” dari Uni Soviet dan RRC dijual murah di toko-toko
buku Indonesia.
para pendukung kaum liberal. Produk liberal, musik ngak ngik ngok,
dilarang. Kaum muda yang gandrung The Beatles yang saat itu sedang
nge-top terpaksa mendengarkan piringan hitam di gudang. Bung Karno
menyerukan “kembali ke kepribadian nasional”. Indonesia
harus “berdiri di atas kaki sendiri”. “Segala yang berbau Barat, yang
membanjir pada masa liberal, dilarang masuk Indonesia”. Buku-buku
Barat merupakan kemewahan bagi pendukung kaum liberal. Sebaliknya,
buku-buku “Timur” dari Uni Soviet dan RRC dijual murah di toko-toko
buku Indonesia.
Kebenaran tunggal Demokrasi Terpimpin pun tumbang pada 1966,
digantikan Orde Baru. Sejarah berulang. Orde Baru membenci semua yang
berbau Orde Lama. Jutaan buku indoktrinasi Manipol-USDEK Orde Lama
lenyap dari rumah-rumah Indonesia. Kaum komunis sampai anak cucunya
yang dituduh mendukung Orde Lama dibasmi. Buku-buku Soviet dan RRC
lenyap dari toko buku.
digantikan Orde Baru. Sejarah berulang. Orde Baru membenci semua yang
berbau Orde Lama. Jutaan buku indoktrinasi Manipol-USDEK Orde Lama
lenyap dari rumah-rumah Indonesia. Kaum komunis sampai anak cucunya
yang dituduh mendukung Orde Lama dibasmi. Buku-buku Soviet dan RRC
lenyap dari toko buku.
Kini datang zaman Reformasi, menggulingkan pemegang kebenaran tunggal
selama 32 tahun, rentang waktu yang sama dengan pemerintahan raja
Mataram, Sultan Agung. Kita saksikan kebencian yang sama. Segala yang
berbau Orde Baru dihancurkan. Kita masih bertemperamen antisejarah,
ahistoris.
selama 32 tahun, rentang waktu yang sama dengan pemerintahan raja
Mataram, Sultan Agung. Kita saksikan kebencian yang sama. Segala yang
berbau Orde Baru dihancurkan. Kita masih bertemperamen antisejarah,
ahistoris.
Sebenarnya riwayat Reformasi masih mengikuti tabiat para pemimpin
sebelumnya. Para presiden yang “digulingkan” dianggap tak pernah ada
di bumi Indonesia. Semua harus dimulai dari baru.
sebelumnya. Para presiden yang “digulingkan” dianggap tak pernah ada
di bumi Indonesia. Semua harus dimulai dari baru.
Sambungan dinasti lama
Lalu, rakyat Indonesia milik siapa? Negara dan bangsa ini milik
siapa? Para penguasa Indonesia modern tak beda dengan raja-raja yang
kita baca dalam buku sejarah dan babad. Tabiat para raja zaman dulu
mirip para pemimpin bangsa modern. Setiap ganti kekuasaan berarti
ganti dinasti. Dinasti yang baru selalu menghapus dan menjelekkan
dinasti sebelumnya. Babad baru harus ditulis kembali berdasar versi
dinasti yang baru memerintah.
siapa? Para penguasa Indonesia modern tak beda dengan raja-raja yang
kita baca dalam buku sejarah dan babad. Tabiat para raja zaman dulu
mirip para pemimpin bangsa modern. Setiap ganti kekuasaan berarti
ganti dinasti. Dinasti yang baru selalu menghapus dan menjelekkan
dinasti sebelumnya. Babad baru harus ditulis kembali berdasar versi
dinasti yang baru memerintah.
Sejarah modern Indonesia ternyata hanya sambungan sejarah para
dinasti lama. Kita tidak pernah menjadi modern. Zaman sekarang tak
lebih dari Majapahit besar dan Mataram besar, bangsa yang selalu
antisejarah karena sejarah milik penguasa. Zaman yang diperintah
penguasa lain bukan sejarahnya. Selalu antimasa lalu.
dinasti lama. Kita tidak pernah menjadi modern. Zaman sekarang tak
lebih dari Majapahit besar dan Mataram besar, bangsa yang selalu
antisejarah karena sejarah milik penguasa. Zaman yang diperintah
penguasa lain bukan sejarahnya. Selalu antimasa lalu.
Temperamen para penguasa Indonesia yang antisejarah amat jelas
tercermin dari penggantian nama-nama gedung, departemen, institusi,
lapangan, bahkan nama kota dan pulau, diganti oleh penguasa yang
baru. Sejarah nama-nama di Indonesia adalah sejarah Indonesia itu
sendiri. Maklum, selera tiap penguasa berbeda-beda.
tercermin dari penggantian nama-nama gedung, departemen, institusi,
lapangan, bahkan nama kota dan pulau, diganti oleh penguasa yang
baru. Sejarah nama-nama di Indonesia adalah sejarah Indonesia itu
sendiri. Maklum, selera tiap penguasa berbeda-beda.
Coba simak pesan lama ihwal makna sejarah dari masyarakat Sunda.
Amanat Galunggung ini ditulis dalam aksara Sunda dan bahasa Sunda
lama, terdapat dalam Kropak 632 di Museum Nasional, dikenal sebagai
amanat Kabuyutan Ciburuy. Bunyinya: Ada dahulu ada sekarang. Bila tak
ada dahulu tak akan ada sekarang. Karena ada masa silam maka ada masa
kini. Bila tiada masa silam tak akan ada masa kini.
Amanat Galunggung ini ditulis dalam aksara Sunda dan bahasa Sunda
lama, terdapat dalam Kropak 632 di Museum Nasional, dikenal sebagai
amanat Kabuyutan Ciburuy. Bunyinya: Ada dahulu ada sekarang. Bila tak
ada dahulu tak akan ada sekarang. Karena ada masa silam maka ada masa
kini. Bila tiada masa silam tak akan ada masa kini.
Dibaca secara amanat, Indonesia tak pernah ada. Masa kini Indonesia
tak ada karena tak ada masa silam Indonesia modern. Setiap
pemerintahan di Indonesia selalu menempatkan diri sebagai “masa
kini”, lalu dihapus penggantinya yang juga membangun masa kininya
sendiri.
tak ada karena tak ada masa silam Indonesia modern. Setiap
pemerintahan di Indonesia selalu menempatkan diri sebagai “masa
kini”, lalu dihapus penggantinya yang juga membangun masa kininya
sendiri.
Jika kita tak pernah menghargai masa lalu, selalu antipemerintahan
sebelumnya, selalu menghapus pemerintahan sebelumnya, bagaimana masa
lalu dihargai? Jadi, Indonesia modern tak pernah punya masa lalu, pun
tak punya masa kini. Masa kini adalah akibat masa lalu. Para penguasa
tak pernah membaca hukum kausalitas sejarah, sibuk memusuhi,
membongkar, melenyapkan, apa pun yang baru lewat.
sebelumnya, selalu menghapus pemerintahan sebelumnya, bagaimana masa
lalu dihargai? Jadi, Indonesia modern tak pernah punya masa lalu, pun
tak punya masa kini. Masa kini adalah akibat masa lalu. Para penguasa
tak pernah membaca hukum kausalitas sejarah, sibuk memusuhi,
membongkar, melenyapkan, apa pun yang baru lewat.
Kalau tidak punya masa kini, kita di mana? Kita hidup di masa mana?
Indonesia bukan Never never Land yang menggantung di awang-awang
dalam cerita Peter Pan. Realitas kita adalah bumi-tanah, punya
kesatuan sejarah, terikat hukum kausalitas. Indonesia ini milik
bersama, benar atau salah, teman atau musuh. Kumbakarna mendahului
Lord Palmerston yang mengatakan: benar atau salah saya akan membela
negara saya.
Indonesia bukan Never never Land yang menggantung di awang-awang
dalam cerita Peter Pan. Realitas kita adalah bumi-tanah, punya
kesatuan sejarah, terikat hukum kausalitas. Indonesia ini milik
bersama, benar atau salah, teman atau musuh. Kumbakarna mendahului
Lord Palmerston yang mengatakan: benar atau salah saya akan membela
negara saya.
“Kiai Semar, rimba raya gung liwang liwung ini namanya apa?” kata
Arjuna kepada Semar. Jawab Semar, hutan angker ini tak ada namanya.
Jangan takut, karena ada saya, Kyai Semar. Hutan rimba yang angker
itu bernama Indonesia, dihuni para raksasa pemakan manusia. Begitulah
kata sahibul hikayat.
Arjuna kepada Semar. Jawab Semar, hutan angker ini tak ada namanya.
Jangan takut, karena ada saya, Kyai Semar. Hutan rimba yang angker
itu bernama Indonesia, dihuni para raksasa pemakan manusia. Begitulah
kata sahibul hikayat.
4 Comments
;-(
ReplyDeleteMaksudnya??
Deletehehehe......
ReplyDelete;-(
ReplyDeleteTerima Kasih telah berkunjung di blog pribadi saya.
EmojiOrder Ubi Cilembu
Call/SMS/WA. 082319517777