BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk
pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan
tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan
persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa
sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan
yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang
profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU pendidikan
kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya
makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya
rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional,
propinsi, maupun kota dan kabupaten.
Rumusan Masalah
- Apa yang dimaksud problematika pendidikan?
- Apa saja masalah pokok pendidikan di Indonesia?
- Bagaimana solusi yang tepat untuk mengatasinya?
- Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan?
Tujuan Masalah
- Untuk mengetahui arti problematika pendidikan.
- Untuk mengetahui macam-macam masalah pokok pendidikan di Indonesia.
- Untuk mengetahui solusi dari masalah-masalah pendidikan di Indonesia.
- Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
- 1. Problematika Pendidikan
Problematika adalah berasal dari akar kata bahasa Inggris “problem”
artinya, soal, masalah atau teka-teki. Juga berarti problematik, yaitu
ketidak tentuan.
Tentang pendidikan banyak definisi yang berbagai macam, namun secara
umum ada yang mendefinisikan bahwa, pendidikan adalah suatu hasil
peradaban sebuah bangsa yang dikembangkan atas dasar suatu pandangan
hidup bangsa itu sendiri, sebagai suatu pengalaman yang memberikan
pengertian, pandangan, dan penyesuaian bagi seseorang yang menyebabkan
mereka berkembang. Definisi pendidikan secara lebih khusus ialah suatu
proses pertumbuhan di dalam mana seorang individu di bantu mengembangkan
daya-daya kemampuannya, bakatnya, kecakapannya dan minatnya. Sehingga
dapat di simpulkan disini bahwa pendidikan adalah, suatu usaha sadar
dalam rangka menanamkan daya-daya kemampuan, baik yang berhubungan
dengan pengalaman kognitif (daya pengetahuan), afektif (aspek sikap)
maupun psikomotorik (aspek ketrampilan) yang dimiliki oleh seorang
individu.
Adapun yang dimaksud dengan problematika pendidikan adalah,
persoalan-persoalan atau permasalahan-permasalahan yang di hadapi oleh
dunia pendidikan, khususnya Negara Indonesia.[1]
- 2. Masalah-Masalah Pokok Pendidikan di Indonesia
Pembangunan pendidikan yang sudah dilaksanakan sejak Indonesia
merdeka telah memberikan hasil yang cukup mengagumkan sehingga secara
umum kualitas sumberdaya manusia Indonesia jauh lebih baik. Namun
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, kita masih ketinggallan jauh,
oleh karena itu, upaya yang lebih aktif perlu ditingkatkan agar bangsa
kita tidak menjadi tamu terasing di Negri sendiri terutama karena
terjajah oleh budaya asing dan terpaksa menari diatas irama gendang
irang lain. Upaya untuk membangun sumber daya manusia yang berdaya saing
tinggi, berwawasan iptek, serta bermoral dan berbudaya bukanlah suatu
pekerjaan yang relatif ringan. Hal ini di sebabkan dunia pendidikan kita
masih menghadapi berbagai masalah internal yang cukup mendasar dan
bersifat kompleks. Kita masih menghadapi sejumlah masalah yang sifatnya
berantai sejak jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
Rendahnya kualitas pada jenjang sekolah dasar sangat penting untuk
segera diatasi karena sangat berpengaruh terhadap pendidikan
selanjutnya, ada beberapa masalah internal pendidikan yang dihadapi,
antara lain sebagai berikut.
- Rendahnya pemerataan kesempatan belajar (equity) disertai banyaknya peserta didik yang putus sekolah, serta banyaknya lulusan yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini identik dengan ciri-ciri kemiskinan.
- Rendahnya mutu akademik terutama penguasaan ilmu pengetahuan alam (IPA), matematika, serta bahasa terutama bahasa inggris padahal penguasaan materi tersebut merupakan kunci dalam menguasai dan mengembangkan iptek.
- Rendahnya efisiensi internal karena lamanya masa studi melampaui waktu standart yang sudah ditentukan.
- Rendahnya efisiensi eksternal sistem pendidikan yang disebut dengan relevansi pendidikan, yang menyebabkan terjadinya pengangguran tenaga terdidik yang cenderung terus meningkat. Secara empiris kecenderungan meningkatnya pengangguran tenaga terdidik disebabkan oleh perkembangan dunia usaha yang masih di dominasi oleh pengusaha besar yang jumlahnya terbatas dan sangat mengutamakan efisiensi (padat modal dan padat teknologi). Dengan demikian pertambahan kebutuhan akan tenaga kerja jauh lebuh kecil dibandingkan pertambahan jumlah lulusan lembaga pendidikan.
- Terjadi kecenderungan menurunnya akhlak dan moral yang menyebabkan lunturnya tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial, seperti terjadinya tawuran pelajar dan kenakalan remaja. Dalam hal ini pendidikan agama menjadi sangat penting menjadi landasan akhlak dan moral serta budi pekerti yang luhur perlu diberikan kepada peserta didik sejak dini. Dengan demikian, hal itu akan menjadi landasan yang kuat bagi kekokohan moral dan etika setelah terjun ke masyarakat. Masalah-masalah diatas erat kaitanya dengan kendala seperti keadaan geografis, demografis, serta sosio-ekonomi besarnya jumlah penduduk yang tersebar diseluruh wilayah geografis Indinesia cukup luas. Kemiskinan juga merupakan salah satu kendala yang memiliki hubungan erat dengan masalah pendidikan. Rendahnya mutu kinerja sistem pendidikan tidak hanya disebabkan oleh adanya kelemahan menejemen pendidikan tingkat mikro lembaga pendidikan, tetapi karena juga menejemen pendidikan pada tingkat makro seperti rendahnya efisiensi dan efektivitas pengolahan sistem pendidikan. Sistem dan dan tata kehidupan masyarakat tidak kondusif yang turut menentukan rendahnya mutu sistem pendidikan disekolah yang ada gilirannya menyebabkan rendahnya mutu peserta didik dan lulusannya. Kebijaksanaan dan progran yang ditujukan untuk mengatasi berbagai permasalahan di atas, harus di rumuskan secara spesifik karena fenomena dan penyebab timbulnya masalah juga berbeda-beda di seluruh wilayah Indonesia.[2]
Sistem pendidikan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan
sosial budaya dan masyarakat sebagai supra sistem. Pembanguana sistem
pendidikan tidak mempunyai arti apa-apa jika tidak singkron dengan
pembanguanan nasional. Kaitan yang erat antara bidang pendidikan sebagai
sistem dengan sistem sosial budaya sebagai supra sistem tersebut,
dimana sistem pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi
sedemikian rupa sehingga permasalahan intern sistem pendidikan itu
menjadi sangat kompleks. Artinya suatu permasalahan intern dalam sistem
pendidikan selalu ada kaitan dengan masalah-masalah di luar sistem
pendidikan itu sendiri. Misalnya masalah mutu hasil belajar suatu
sekolah tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial budaya dan ekonomi
masyarakat disekitarnya, dari mana murid-murid sekolah tersebut berasal,
serta masih banyak lagi faktor-faktor lainnya diluar sistem
persekolahan yang berkaitan dengan mutu hasil belajar tersebut.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka penanggulangan masalah pendidikan
juga sangat kompleks, menyangkut banyak komponen dan melibatkan banyak
pihak.
Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita dewasa ini, yaitui:
- Bagaimana semua warga Negara dapat menikmati kesempatan pendidikan.
- Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun kedalam kancah kehidupan bermasyarakat.
Yang pertama mengenai masalah pemerataan, dan yang kedua adalah masalah mutu, relevansi, dan juga efisiensi pendidikan.[3]
Seperti telah dikemukakan diatas, pada bagian ini akan dibahas empat
masalah pokok pendidikan yang telah menjadi kesempatan nasional yang
perlu diprioritaskan penanggulangannya. Masalah yang dimaksud adalah:
- 1. Masalah Pemerataan Pendidikan
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai wahana untuk memanjakan bangsa
dan kebudayaan nasional, pendidikan nasional diharapkan dapat
menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga Negara
Indonesia untuk memperoleh pendidikan.
Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaiman sistem
pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
seluruh warga Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan
itu menjadi wahana bagi pembanguana sumber daya manusia untuk menunjang
pembangunan.
Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga
Negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di tampung dalam
sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilita pendidikan yang
tersedia. Pada masa awalnya, di tanah air kita Undang-Undang No 4 tahun
1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada bab
XI pasal 17 berbunyi:
Tiap-tiap warga Negara republik Indonesia mempunyai
hak yang sama diterima menjadi murid suatu sekolah jika syarat-syarat
yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaarn pada sekolah itu
dipenuhi.[4]
Selanjutnya dalam kaitannya dengan wajib belajar Bab VI pasal 10 ayat
1 menyatakan: ”semua anak yang berumur 6 tahun berhak dan yang sudah
berumur 8 tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun “ ayat
2 menyatakan: “belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan
dari menteri agama yang dianggap telah memenuhi kewajiban belajar.
Landasan yuridis pemerataan pendidika tersebut penting sekali
artinya, sebagai landasan pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan guna
mengejar ketinggalan kita sebagai akibat penjajahan.
Masalah pemerataan memperoleh pendidikan dipandang penting sebab jika
anak-anak usia sekolah memperoleh kesempatan belajar pada SD, maka
mereka memiliki bekal dasar berupa kemampuan membaca, menulis, dan
berhitung sehingga mereka dapat mengikuti perkembangan kemajauan melalui
berbagai media massa dan sumber belajar yang tersedia baik mereka itu
nantinya berperan sebagai produsen maupun konsumen. Dengan demikian
mereka tidak terbelakang dan menjadi penghambat pembangunan.
Oleh karena itu, dengan melihat tujuan yang terkandung di dalam upaya
pemerataan pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk dapat
berpatisipasi dalam pembangunan, maka setelah upaya pemerataan
pendidikan terpenuhi, mulai diperhatikan juga upaya pemerataan mutu
pendidikan. Hal ini akan dibicarakan pada butir tentang masalah mutu
pendidikan.
Khusus pendidikan formal atau pendidikan persekolahan yang berjenjang
dan tiap-tiap jenjang memiliki fungsinya masing-masing maupun
kebijaksanaan memperoleh kesempatan pendidikan pada tiap jenjang itu
diatur dengan memperhitungkan faktor-faktor kuantitatif dan kualitatif
serta relevansi yang selalu ditentukan proyeksinya secara terus menerus
dengan saksama.
Pada jenjang pendidikan dasar, kebijaksanaan penyediaan memperoleh
kesempatan pendidikan didasarkan atas pertimbangan faktor kuantitatif,
karena kepada seluruh warga Negara perlu di berikan bekal dasar yang
sama. Pada jenjang pendidikan menengah dan terutama pada jenjang
pendidikan yang tinggi, kebijakan pemertaan didasarkan atas
pertimbangan kualitatif dan relevansi, yaitu minat dan kemampuan anak,
keperluan, tenaga kerja, dan keperluan pengembangan masyarakat,
kebudayaan, ilmu, dan tekonologi. Agar tercapai keseimbangan antara
faktor minat dengan kesempatan memperoleh pendidikan, perlu diadakan
penerangan yang seluas-luasnya mengenai bidang-bidang pekerjaan dan
keahlian dan persyaratannya yang dibutuhkan dalam pembangunan utamanya
bagi bidang-bidang yang baru dan langka.
Perkembangan upaya pemerataan pendidikan berlangsung terus menerus
dari pelita ke pelita. Didalam Undang-Undang No.2 tahun 1989 tengtang
sistem pendidikan nasional III tentang hak warga Negara untuk memperoleh
pendidikan, pasal 5 menyatakan: ”setiap warga Negara mempunyai hak yang
sama untuk memperoleh pendidikan”. Bahkan dalam pasal 7 mengenai hak
telah di tegaskan sebagai berikut: “penerimaan seorang peserta didik
dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan
jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan sosial, dan tingkat kemampuan
ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan
yang bersangkutan.
Perkembangan iptek menawarkan beraneka ragam alternatif model
pendidikan yang dapat memperluas pelayanan kesempatan belajar. Dilihat
dari segi waktu belajarnya bervariasi dari beberapa jam, hari, minggu,
bulan, sampai tahunan, melalui proses tatap muka sampai pada lingkungan
alam yang dapat mendung.[5]
- 2. Masalah Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai
taraf seperti yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama
dilakukan oleh lembaga penghasil sebagai produsen tenagan terhadap calon
luaran, dengan sistem sertifikasi. Selanjutnya jika luaran tesebut
terjun kelapangan kerja penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai
konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk kerja. Lazimnya masih dilakukan
pelatihan dan pemagangan bagi calon untuk penyesuaian dengan tuntutan
persyaratan kerja dilapangan, dan berkarya.
Jadi mutu pendidikan pada akhirnya dilihat pada kualitas keluaranya.
Jika tujuan pendidikan nasioanl dijadikan kriteria, maka pertanyaanya
adalah: apakah keluaran dari sistem pendidikan menjadikan pribadi yang
bertakwa, mandiri, anggota masyarakat yang sosial yang bertanggung
jawab. Dengan kata lain keluaran ini mewujudkan diri sebagai
manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan membangun
lingkungannya. Kualitas luaran seperti tersebut adalah nurturant effect.
Meskipun disadari bahwa hakikatnya produk dengan ciri-ciri seperti itu
tidak semata-mata hasil dari sistem pendidikan itu sendiri. Yang menjadi
persoalan ialah bahwa cara pengukuran mutu produk tersebut tidak mudah.
Dan pada umumnya hanya dengan mengasosiasikan dengan hasil belajar yang
sering dikenal dengan EBTA atau hasil sipenmaru.
Padahal hasil belajar yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui
proses belajar yang bermutu. Jika proses belajar tidak optimal sangat
sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang bermutu. Jika tidak
terjadi belajar secara optimal akan menghasilkan skor hasil ujian yang
baik maka hampir dapat dipastikan bahwa hasil belajar tersebut adalah
semu. Berarti pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletah pada
masalah pemprosesan pendidikan. Selanjutnya kelancara pemprosesan
pendidikan ditunjang oleh komponen pendidikan yang terdiri dari peserta
didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana pembelajaran, dan juga
masyarakat sekitar.
Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan mutu,
didalam Tap MPR RI tentang GBHN dinyatakan bahwa titik berat pembanguan
pendidikan diletakkan pada peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis
pendidikan, dan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan khususnya untuk
memacu untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu lebih
disempurnakan dan ditingkatkan pengajaran ilmu pengetahuan alam dan
matematika. Umumnya pendidikan di seluruh tanah air pada umumnya
menunjukkan daerah pedesaan lebih rendah dari daerah perkotaan.[6]
- 3. Masalah Efisiensi Pendidikan
Pada hakikatnya masalah efisiensi adalah masalah pengelolaan
pendidikan, terutama dalam pemanfaatan dana dan sumber daya manusia.
Efesiensi artinya dengan menggunakan tenaga dan biaya
sekecil-kecilnya dapat diperoleh hasil yang sebesar-besarnya. Jadi,
sistem pendidikan yang efesien ialah dengan tenaga dan dana yang
terbatas dapat di hasilkan sejumlah besar lulusan yang berkualitas
tinggi. Oleh sebab itu, keterpaduan pengelolaan pendidikan harus tampak
diantara semua unsur dan unit, baik antar sekolah negeri maupun swasta,
pendidikan sekolah maupun luar sekolah, antara lembaga dan unit jajaran
depertemen pendidikan dan kebudayaan.
Para ahli banyak mengatakan bahwa sistem pendidiakn sekarang ini masih kurang efisien. Hal ini tampak dari banyaknya anak yang drop-out, banyak
anak yang belum dapat pelayanan pendidikan, banyak anak yang tinggal
kelas, dan kurang dapat pelayanan yang semestinya bagi anak-anak yang
lemah maupun yang luar biasa cerdas dan genius.
Oleh karena itu, harus berusaha untuk menemukan cara agar pelaksanaan pendidikan menjadi efisien.[7]
Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem
pendidikn mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan
pendidikan. Jika penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan
efisiensinya tinggi.
Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting adalah:
a) Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan
b) Bagaimana prasarana dan sarana pendidikan digunakan
c) Bagaimana pendidikan diselenggarakan
d) Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga.
Masalah ini meliputi pengangkatan, penempatan, dan pengembanagan
tenaga kependidikan. Masalah pengangkatan terletak pada kesenjanagn
antara stok tenaga yang tesedia dengan jatah pengangkatan yang sangat
terbatas. Pada masa 5 tahun terakgir ini jatah pengangkatan setiap
tahunnya hanya sekitar 20 % dari kebutuhan tenaga lapangan. Sedangkan
persediaan tenaga siap di angkat lebih bear daripada kbutuhan di
lapangan. Dengan demikian berarti lebih dari 80% tenaga yang tersedia
tidak segera difungsikan. Ini terjadi kemubadziran yang terselubung,
karena biaya investasi pengadaan tenaga tidak segera terbayar kembali
melalui pengabdian. Dan tenaga kependidikan khususnya guru tidak
disiapkan untk berwirausaha.
Masalah penempatan guru, khususnya guru bidang penempatan studi,
sering mengalami kepincanagn, tidak disesuaikan dengan kebutuhan di
lapangan. Suatu sekolah menerima guru baru dalam bidang studi yang sudah
cukup atau bahkan sudah kelebihan, sedang guru bidang studi yang
dibutuhkan tidak diberikan karena terbatasnya jatah pengangkatan
sehingga di tempatkan didaerah sekolah-sekolah tertentu seorang guru
bidang studi harus merangkap mengajarkan bidang studi diluar
kewenangannya, meskipun persediaan tenaga yang direncanakan secara makro
telah mencukupi kebutuhan, namun mengalami masalah penempatan karena
terbatasnya jumlah yang dapat diangkat dan sulitnya menjaring tenaga
kerja yang tesedia didaerah terpencil.
Masalah pengembanagan tenaga kependidikan di lapangan biasanya
terlambat, khususnya pada saat menyongsong hadirnya kurikulum baru.
Setiap pembaruan kurikulum menuntut adanya penyesuaian dari para
pelaksana lapangan. Dapat dikatakan umumnya penanganan pengembanagn
tenaga pelaksana di lapangan sangat lambat. Padahal proses pembekalan
untuk dapat siap melaksanakan kurikulum baru sangat memakan waktu.
Akibatnya terjadi kesenjangan antara saat di rencanakan berlakunya
kurikulum dengan saat mulai dilaksanakan.dan pendidikan berlangsung
kurang efisien dan efektif.[8]
- 4. Masalah Relevansi Pendidikan
Maslah relevensi adalah masalah yang timbul karena tidak sesuainya
sistem pendidikan dengan pembangunan nasional setara kebutuhan
perorangan, keluarga, dan masyarakat, baik dalam jangka pendek, maupun
dalam jangka panjang.
Pendidikan merupakan faktor penunjang bagi pembangunan ketahanan
nasional. Oleh sebab itu, perlu keterpaduan di dalam perencanaan dan
pelaksanaan pendidikan dengan pembangunan nasional tersebut. Sebagai
contoh pendidikan di sekolah harus di rencanakan berdasarkan kebutuhan
nyata dalam gerak pembangunan nasional, serta memperhatikan ciri-ciri
ketenagaan yang di perlukan sesuai dengan keadaan lingkungan di
wilayah-wilayah lingkungan tertentu.[9]
Telah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa tugas pendidikan ialah
menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Masalah relevansi
pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan dapat
menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu
masalah-masalah seperti yang digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan
nasional.
Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor pembangunan
yang beraneka ragam seperti sektor produksi, sektor jasa. Baik dari segi
jumlah maupun dari segi kualitas. Jika sistem pendidikan menghasilkan
luaran yang dapat mengisi semua sektor pembangunan baik yang aktual
maupun yang potensial dengan memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh
lapangan kerja, maka relevansi pendidikan dianggap tinggi.
Sebenarnya kriteria relevansi seperti yang dinyatakan tersebut cukup
ideal jika dikaitkan dengan kondisi sistem pendidikan pada umumnya dan
gambaran tentang pekerjaan yang ada antara lain sebagai berikut:
a) Status lembaga pendidikan sendiri masih bermacam-macam kualitasnya.
b) Sistem pendidikan tidak pernah menghasilkan luaran siap pakai. Yang ada ialah siap kembang.
c) Peta kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratannya yang dapat
digunakan sebagai pedoman oleh lembaga-lembaga pendidikan untuk menyusun
programnya tidak tersedia.
Dari keempat macam masalah pendidikan tersebut masing-masing dikatakan teratasi jika pendidikan:
a) Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar, artinya
semua warga Negara yang butuh pendidikan dapat ditampung daalm suatu
satuan pendidikan.
b) Dapat mencapai hasil yang bermutu artinya: perencanaan,
pemprosesan pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang
telah dirumuskan.
c) Dapat terlaksana secara efisien artinya: pemrosesan
pendidikan sesuai dengan rancangan dan tujuan yang ditulis dalam
rancangan.
d) Produknya yang bermutu tersebut relevan, artinya: hasil pendiidkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan. [10]
Pada dasarnya pembangunan dibidang pendidikan tentu menginginkan
tercapainya pemerataan pendidikan dan pendidikan yang bermutu sekaligus.
Ada dua faktor yang dapat dikemukakan sebagai penyebab mengapa
pendidikan yang bermutu belum dapat diusahakan pada saat demikian,
yaitu:
Pertama: gerakan perluasan pendidikan untuk melayani
pemerataan kesempatan pendidikan bagi rakyat banyak memerlukan
penghimpunan dan pengerahan dana dan daya.
Kedua: kondisi satuan-satuan pendidikan pada saat demikian
mempersulit upaya peningkatan mutu karena jumlah murid dalam kelas
terlalu banyak, pengerahan tenaga pendidik yang kurang kompeten,
kurikulum yang belum mantap, sarana yang tidak memadai.
Meskipun demikian pemerataan pendidiakn tidak dapat diabaikan karena
upaya tersebut, terutama pada saat suatu bangsa sedang memulai membangun
mempunyai tujuan ganda, yaitu disamping tujuan politis juga tujuan
pembanguan yaitu memberikan bekal dasar kepada warga Negara agar dapat
menerima informasi dan memiliki pengetahuan dasar untuk mengembangkan
diri sehingga dapat perpatisipasi dalam pembanguanan.
Dalam uraian tersebut tampak bahwa masalah pemerataan berkaitan erat dengan masalah mutu pendidikan.
Bertolak dari gambaran tersebut terlihat juga kaitannya dengan
masalah efisiensi. Karena kondisi pelaksanaan pendidikan tidak sempurna,
maka dengan sendirinya pelaksanaan pendidikan dan khususnya proses
pembelajaran berlangsung tidak efisien. Hasil pendidikan belum dapat
diharapkan relevan dengan kebutuhan masyarakat pembangunan, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif.[11]
- 3. Solusi Pemecahan Problematika Pendidikan di Indonesia
- 1. Solusi Masalah Pemerataan Pendidikan
Banyak macam pemecahan masalah yang telah dan sedang dilakukan oleh
pemerintah untuk meningkatkan pendidikan dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, langkah-langkah ditempuh melalui cara konvesional dan
cara inovatif.
Cara konvesional antara lain:
a) Membangun gedung sekolah seperti SD inpres dan atau ruangan belajar.
b) Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore).
Sehubungan dengan itu yang perlu digalakkan, utamanya untuk
pendidikan dasar ialah membangkitkan kemauan belajar bagi masyarakat
yang kurang mampu agar mau menyekolahkan anaknya.
Cara Inovatif antara lain:
Sistem pamong (pendidikan oleh masyarakat, orang tua, dan guru) atau
inpact sistem, sistem tersebut dirintis di solo dan didiseminasikan ke
beberapa provinsi.
a) SD kecil pada daerah terpencil
b) Sistem guru kunjung
c) SMP terbuka
d) Kejar paket A dan b
e) Belajar jarak jauh, seperti di universitas terbuka.[12]
- 2. Solusi Masalah Mutu, Efisiensi dan Relevansi Pendidikan
Meskipun untuk tiap-tiap jenis dan jenjang pendidikan masing-masing
memiliki kekhususan, namun pada dasarnya pemecahan masalah mutu
pendiidkan bersasaran pada perbaikkan kualitas komponen pendidikan serta
mobilitas komponen-komponen tersebut. Upaya tersebut pada gilirannya
diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses pendidikan dan pengalaman
belajar peserta didik, dan menghasilkan hasil pendidikan.
Upaya pemecahan masalah masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya
meliputi hal-hal yang bersifat sebagai fisik dan lunak, personalia, dan
manajemen. Sebagai berikut:
a) Seleksi yanglebih rasional terhadap masukan mentah, khususnay untuk Slta dan PT.
b) Pengembanagn kemanpuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut.
c) Penyempurnaaan kurikulum
d) Pengembanagan prasarana yang menciptakan lingkungan yang tenteram untuk belajar
e) Penyempurnaan sarana belajar seperti buku paket, media pembelajaran
f) Peniungkatan adminisrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran
g) Kegiatan pengendalian mutu.[13]
- 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Berkembangnya Masalah Pendidikan
Permasalahan pokok pendidikan sebagaimana telah diutarakan diatas
merupakan masalah pembangunan mikro, yaitu masalah-masalah yang
berlangsung di dalam sistem pendidikan sendiri. Masalah mikro tersebut
berkaitan dengan masalah makro pembangunan, yaitu masalah di luar sistem
pendidikan, sehingga harus diperhitungkan dalam memecahkan masalah
mikro pendidikan. Masalah makro ini meliputi masalah perkembangan
internasional, masalah demografi, masalah politik, ekonomi, dan sosial
budaya, serta masalah perkembangan regional. Masalah-masalah makro yang
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah
pendidikan, yaitu:
- 1. Perkembangan Iptek Dan Seni
- Perkembangan Iptek
Terdapat hubungan yang erat antara pendidikan dan iptek (ilmu
pengetahuan dan teknologi). Ilmu pengetahuan merupakan hasil eksplorasi
secara sistem dan terorganisasi mengenai alam semesta , dan teknologi
adalah penerapan yang direncanakan dari ilmu pengetahuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup masyarakat. Sebagai contoh hubungan antara pendidikan
dan iptek, misalnya sering suatu teknologi baru yang digunakan suatu
proses produksi menimbulkan kondisi ekonomi sosial baru lantaran
perubahan persyaratan kerj, dan mungkin juga penguraian jumlahtenaga
kerja atau jam kerja, kebutuhan bahan-bahan baru, sistem pelayanan baru,
sampai pada berkembangnya gaya hidup baru, kondisi tersebut minimal
bisa mempengaruhi perubahan isi pendidikan dan metodenya, bahkan mungkin
rumusan baru tunjangan pendidikan, otomatis juga sarana sarana
penunjangnya seperti sarana laboratorium dan ketenangan. Semua perubahan
tersebut tentu juga membaw masalah dalam skala nasional yang tidak
sedikit memakan biaya. Contoh di atas memberikan gambaran pengaruh tidak
langsung iptek terhadap sistem pendidikan. Di samping pengaruh tidak
langsung juga banyak pengaruh yang langsung dalam sistem pendidikan
dalam bentuk berbagai macam inovasi atau pembaruan dengan aksentuasi
tujuan yang bermacam-macam pula. Ada yang bertujuan untuk mengatasi
kekurangan guru dan gedung sekolah seperti sistem Pamong dan SMP
terbuka, pengadaan guru relatif cepat seperti dengan program diploma,
perlindungan terhadap profesi guru seperti program akta mengajar. Hampir
setiap inovasi mengundang masalah. Pertama, karena belum ada jaminan bahwa inovasi itu pasti membawa hasil. Kedua, pada
dasarnya orang merasa ragu dan gusar jika menghadapi hal baru.
Masalahnya ialah bagaimana cara memperkenalkan suatu inovasi agar orang
menerimanya. Setiap inovasi mengandung dua aspek yaitu aspek
konsepsional (memuat ide, cita-cita, dan prinsip-prinsip) dan aspek
struktur operasional (teknik pelaksanaannya).
- Perkembangan Seni
Kesenian merupakan aktivitas berkreasi manusia, secara individual
ataupun kelompok yang menghasilkan sesuatu yamg indah. Melalui kesenian
manusia dapat menyalurkan dorongan berkreasi (mencipta) yang bersifat
orisinil (bukan tiruan) dan dorongan spontanitas dalam menemukan
keindahan. Dilihat dari segi tujuan pendidikan yaitu terbentuknya
manusia seutuhnya, aktivitas kesenian mempunyai andil yang besar karena
dapat mengisi pengembangan dominan afektif khususnya emosi yang positif
dan konstruktif serta keterampilan disamping domain kognitif yang sudah
digarap melalui program /bidang studi yang lain. Dilihat dari segi
lapangan kerja, dewasa ini dunia seni dengan segenap cabangnya telah
mengalami perkembangan pesat dan semakin mendapat tempat dalam kehidupan
masyarakat.[14]
- 2. Laju Pertumbuhan Penduduk.
Masalah kependudukan dan kependidikan bersumber pada 2 hal, yaitu:
- Pertambahan Penduduk.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka penyediaan prasarana dan
sarana pendidikan beserta komponen penunjang terselenggaranya pendidikan
harus di tambah. Dan ini berarti beban pembangunan nasional menjadi
bertambah.
Pertumbuhan penduduk yang dibarengi dengan meningkatnya usia
rata-rata dan penurunan angka kematian, mengakibatkan berubahnya
struktur kependudukan, yaitu proporsi penduduk usia sekolah dasar
menurun, sedangkan proporsi penduduk usia sekolah lanjutan, angkatan
kerja, dan penduduk usia tua meningkat berkat kemajuan bidang gizi dan
kesehatan. Dengan demikian terjadi pergesaran permintaan akan fasilitas
pendidikan, yaitu untuk sekolah lanjutan cenderung lebih meningkat
dibanding dengan permintaan akan fasilitas sekolah dasar. Sebagai akibat
lanjutan, permintaan untuk lanjutan keperguruan tinggi juga meningkat,
khusus untuk penduduk usia tua yang jumlahnya meningkat perlu disediakan
pendidikan non formal.
- Penyebaran Penduduk
Penyebaran penduduk diseluruh pelosok tanah air tidak merata. Ada
daerah yang padat penduduk, terutama di kota-kota besar dan daerah yang
penduduknya jarang yaitu daerah pedalaman khususnya di daerah terpencil
yangberlokasi di pegunungan dan di pulau-pulau. Sebaran penduduk seperti
digambarkan itu menimbulkan kesulitan dalam penyediaan sarana
pendidikan. Sebagai contoh adalah dibangunya SD kecil untuk melayani
kebutuhan akan pendidikan di daerah terpencil pada pelita V, di samping
SD yang reguler. Belum lagi kesulitan dalam hal penyediaan dan
penempatan guru.[15]
- 3. Aspirasi Masyarakat
Dalam dua dasa warsa terakhir ini aspirasi masyarakat dalam banyak
hal meningkat, khususnya aspirasi terhadap pendidikan hidup yang sehat,
aspirasi terhadap pekerjaan, kesemuanya ini mempengaruhi peningkatan
aspirasi terhadap pendidikan. Pendidikan dianggap memberi jaminan bagi
peningkatan taraf hidup dan pendakian ditangga sosial. Gejala yang
timbul ialah membanjirnya pelamar pada sekolah-sekolah. Arus pelajar
menjadi meningkat. Di kota-kota , di samping pendidikan formal mulai
bermunculan beraneka ragam pendidikan nonformal. Beberapa hal yang tidak
dikehendaki antara lain ialah seleksi penerimaan siswa pada berbagai
jenis dan jenjang pendidikan menjadi kurang objektif, jumlah murid dan
siswa perkelas melebihi yang semestinya, jumlah kelas setiap sekolah
membengkak , diadakannya kesempatan belajar bergilir pagi dan sore
dengan pengurangan jam belajar, kurang sarana belajar, kekurangan guru,
dan seterusnya. Keterbelakangan budaya adalah istilah yang diberikan
oleh sekelompok masyarakat (yang menganggap dirinya sudah maju) kepada
masyarakat lain pendukung suatu budaya . bagi masyarakat pendukung
budaya, kebudayaannya pasti dipandang sebagai sesuatu yang bernilai dan
baik.[16]
- 4. Keterbelakangan Budaya Dan Sarana Kehidupan.
Keterbelakangan budaya adalah istilah yang diberikan oleh sekelompok
masyarakat (yang menganggap dirinya sudah maju) kepada masyarakat lain
pendukung suatu budaya. Bagi masyarakat pendukung budaya, kebudayaannya
pasti dipandang sebagai sesuatu yang bernilai dan baik. Sesungguhnya
tidak ada kebudayaan yang secara mutlak statis, apalagi mandeg, tidak
mengalami perubahan. Sekurang-kurangnya bagian unsur-unsurnya yang
berubah jika tidak seluruhnya secara utuh. Perubahan kebudayaan terjadi
karena ada penemuan baru dari luar maupun dari dalam lingkungan
masyarakat sendiri. Kebudayaan baru itu baik bersifat material seoerti
peralatan-peralatan pertanian, rumah tangga, transportasi,
telekomunikasi, dan yang bersifat non matreial seperti paham atau konsep
baru tentang keluarga berencana, budaya menabung, penghargaan terhadap
waktu, dan lain-lain. Keterbelakangan budaya terjadi karena:
a) Letak geografis tempat tinggal suatu masyarakat (misal terpencil)
b) Penolakan masyarakat terhadap datangnya unsur budata baru
karena tidak dipahami atau karena dikhawatirkan akan merusak sendik
masyarakat.
c) Ketidakmampuan masyarakat secara ekonomis menyangkut unsur kebudayaan tersebut.
Sehubungan dengan faktor penyebab terjadinya keterbelakangan budaya umumnya dialami oleh:
a) Masyarakat daerah terpencil.
b) Masyarakat yang tidak mampu secara ekonomis.
c) Masyarakat yang kurang terdidik.
Yang menjadi masalah ialah bahwa kelompok masyarakat yang terbelakang
budayanya tidak ikut berperan serta dalam pembangunanmsebab mereka
kurang memiliki dorongan untuk maju. Jadi inti permasalahannya ialah
menyadarkan mereka akan ketertinggalannya, dan bagaimana cara
menyediakan sarana kehidupan, dan bagaimana sistem pendidikan dapat
melibatkan mereka. Jika sistem pendidikan dapat menggapai masyarakat
terbelakang kebudayaanya berarti melibatkan mereka untuk berperan serta
dalam pembangunan.[17]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Problematika pendidikan adalah, persoalan-persoalan atau
permasalahan-permasalahan yang di hadapi oleh dunia pendidikan,
khususnya Negara Indonesia. Dunia pendidikan kita masih menghadapi
berbagai masalah internal yang cukup mendasar dan bersifat kompleks.
Kita masih menghadapi sejumlah masalah yang sifatnya berantai sejak
jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Rendahnya kualitas
pada jenjang sekolah dasar sangat penting untuk segera diatasi karena
sangat berpengaruh terhadap pendidikan selanjutnya.
Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita dewasa ini, yaitui:
- Bagaimana semua warga Negara dapat menikmati kesempatan pendidikan.
- Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun kedalam kancah kehidupan bermasyarakat.
Yang pertama mengenai masalah pemerataan, dan yang kedua adalah masalah mutu, relevansi, dan juga efisiensi pendidikan.
- 1. Masalah Pemerataan Pendidikan
Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaiman sistem
pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
seluruh warga Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan
itu menjadi wahana bagi pembanguana sumber daya manusia untuk menunjang
pembangunan. Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak
warga Negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di tampung
dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilita
pendidikan yang tersedia.
- 2. Masalah mutu pendidikan
Berarti pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletak pada
masalah pemprosesan pendidikan. Selanjutnya kelancaran pemprosesan
pendidikan ditunjang oleh komponen pendidikan yang terdiri dari peserta
didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana pembelajaran, dan juga
masyarakat sekitar. Dan Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah
pemerataan mutu.
- 3. Masalah Efisiensi Pendidikan
Pada hakikatnya masalah efisiensi adalah masalah pengelolaan
pendidikan, terutama dalam pemanfaatan dana dan sumber daya manusia. Dan
sistem pendidikan yang efesien ialah dengan tenaga dan dana yang
terbatas dapat di hasilkan sejumlah besar lulusan yang berkualitas
tinggi. Para ahli banyak mengatakan bahwa sistem pendidiakn sekarang ini
masih kurang efisien. Masalah efisiensipendidikan mempersoalkan
bagaimana suatu sistem pendidikn mendayagunakan sumber daya yang ada
untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika penggunaannya hemat dan tepat
sasaran dikatakan efisiensinya tinggi. Masalah ini meliputi
pengangkatan, penempatan, dan pengembanagan tenaga kependidikan.
- 4. Masalah Relevansi Pendidikan
Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana sistem
pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan
pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang digambarkan dalam
rumusan tujuan pendidikan nasional.
Alternatif solusinya:
- 1. Solusi Masalah Pemerataan Pendidikan
Dengan Cara konvesional antara lain:
1) Membangun gedung sekolah seperti SD inpres dan atau ruangan belajar.
2) Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore).
- 2. Solusi Masalah Mutu, Efisiensi dan Relevansi Pendidikan
Dengan Upaya pemecahan masalah masalah mutu pendidikan dalam garis
besarnya meliputi hal-hal yang bersifat sebagai fisik dan lunak,
personalia, dan manajemen. Sebagai berikut:
a) Seleksi yanglebih rasional terhadap masukan mentah, khususnay untuk Slta dan PT.
b) Pengembanagn kemanpuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut.
c) Penyempurnaaan kurikulum
d) Pengembanagan prasarana yang menciptakan lingkungan yang tenteram untuk belajar
e) Penyempurnaan sarana belajar seperti buku paket, media pembelajaran
f) Peniungkatan adminisrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran
g) Kegiatan pengendalian mutu.
Permasalahan pokok pendidikan sebagaimana telah diutarakan diatas
merupakan masalah pembangunan mikro, yaitu masalah-masalah yang
berlangsung di dalam sistem pendidikan sendiri. Masalah mikro tersebut
berkaitan dengan masalah makro pembangunan, yaitu masalah di luar sistem
pendidikan, sehingga harus diperhitungkan dalam memecahkan masalah
mikro pendidikan.
Masalah-maslah makro yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan, yaitu:
- Perkembangan iptek dan seni.
- Laju pertumbuhan penduduk.
- Aspirasi masyarakat.
- Keterbelakang budaya dan sarana kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Buchori, Mochtar. 1994. Spektrum Problematika Pendidikan di Indonesia. Yogyakarka: Tiara Wacana Yogya
Rochaety, Eti dkk. 2006. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Tirtarahardja, Umar dan La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Idris, Zahara dan Jamal, Lisma. 1992. Pengantar Pendidikan 2. Jakarta: PT Grasindo
Sardjan Kadir dan Umar Ma’sum. 1982. Pendidikan di Negara Sedang Berkembang. Surabaya: Usaha Nasional
[1] Mochtar Buchori. 1994. Spektrum Problematika Pendidikan di Indonesia. Yogyakarka: Tiara Wacana Yogya, hal 46-47
[2] Eti Rochaety, dkk. 2006. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara, hal 64-65
[3] Umar Tirtarahardja dan La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta, hal 226
[4] Ibid, hal 227-229
[6] Umar Tirtarahardja dan La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta, hal 232-233
[7] Zahara Idris dan Lisma Jamal. 1992. Pengantar Pendidikan 2. Jakarta: PT Grasindo, hal 60-61
[8] Umar Tirtarahardja dan La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta, hal 234-235
[9] Zahara Idris dan Lisma Jamal. 1992. Pengantar Pendidikan 2. Jakarta: PT Grasindo, hal 60
[10]Umar Tirtarahardja dan La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta, hal 237-240
[12] Umar Tirtarahardja dan La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta, hal 231
[13] Ibid, 233-234
[14] Sardjan Kadir dan Umar Ma’sum. 1982. Pendidikan di Negara Sedang Berkembang. Surabaya: Usaha Nasional, hal 191-192
[15] Ibid, 192-193
[16] Ibid, 193-194
[17] Ibid, hal 194-195
0 Comments
Terima Kasih telah berkunjung di blog pribadi saya.
EmojiOrder Ubi Cilembu
Call/SMS/WA. 082319517777