Menangis
adalah cara bayi menyampaikan maksud dan keinginannya. Tangisan yang
lembut dan pelan, bisa jadi adalah cara mereka untuk bilang, “Mama, aku
ingin sesuatu…” sedangkan tangisan yang lebih keras adalah cara mereka
mengatakan “Aku mau itu sekarang juga!”
Harvey Karp MD, penulis buku The Happiest Baby on the Block
membagi gaya berkomunikasi para bayi dalam tiga tingkatan yaitu
rengekan, tangisan dan jeritan. Ketiga gaya itu berhubungan juga dengan
karakter si bayi. Ada yang anteng, dan hanya sedikit merengek bila ingin
sesuatu, ada juga yang langsung menjerit keras-keras.
Alifa Nikorobin Azis, tujuh bulan, putri dari Margie Listi di Cipete, Jakarta Selatan, adalah tipe happy-go-lucky baby. “Dia hanya akan merengek sedikit bila ada yang salah,” cerita Margie tentang anak perempuannya.
Menangkap keinginan bayi dengan pribadi easy going
seperti Niko sesungguhnya lebih mudah. Umumnya mereka hanya merengek
sedikit ketika ingin sesuatu, misalnya ketika lapar, dan baru akan
menangis bila tak ada yang merespon keinginannya. Hal ini dibenarkan
oleh Margi yang merasa mudah sekali mengatasi kerewelan Niko. “Bila saya
tinggal terlalu lama di boksnya, Niko akan mengeluarkan suara rengekan.
Untuk membujuknya, saya tinggal memutar mainan yang digantung di atas
boksnya, maka Niko akan tenang kembali.”
Sebaliknya, bayi dengan pribadi yang fussy, lebih sulit ditebak apa maunya. Mereka akan langsung menjerit keras bila sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi. Raffa
anak saya rupanya termasuk jenis seperti ini. Dia akan langsung
menjerit keras bila merasakan sesuatu. Entah itu sekedar merasa lapar,
bosan atau karena suatu hal yang lebih serius menimpanya.
Membujuknya
pun tidak bisa dengan satu jurus. Bila suatu hari kerewelannya bisa
ditaklukkan dengan diajak bertepuk tangan, lain waktu metode itu belum
tentu ampuh. Saat dia berusia sembilan bulan, saya menyaingi tangisannya
yang keras dengan bernyanyi atau menunjukkan kepadanya apa yang menurut
saya menarik. Biasanya konsentrasinya akan terpecah dan dia pun
‘melupakan’ tangisannya. Tapi lain waktu, saya harus siap dengan gaya
yang berbeda karena bisa jadi, gaya mengecoh saya tadi sudah dianggapnya
‘basi’.
Menebak dan mengamati
Memang sulit menebak dengan pasti kenapa bayi kita jadi rewel. Seringkali tangisan mereka memang bukan sekedar pemberitahuan “Aku lapar” atau “Aku ngantuk”. Bisa saja itu terjadi karena sebab lain.
Ghaza, sekarang 2,5 tahun, putra dari Esya di Pancoran Jakarta Selatan, pernah memasuki masa-masa rewel bila hendak dipakaikan popok di usia sekitar sembilan bulan. Tadinya Esya sang ibu menganggap Ghaza tidak betah pakai popok. Namun setelah diamati, akhirnya ketahuan kalau ketidaksenangan Ghaza memakai popok adalah karena kebetulan dia juga sedang ingin pup. “Setelah itu, saya tak lagi memaksa setiap kali dia berontak untuk pakai popok. Saya akan menunggu sebentar sampai dia pup,” cerita Esya.
Memang sulit menebak dengan pasti kenapa bayi kita jadi rewel. Seringkali tangisan mereka memang bukan sekedar pemberitahuan “Aku lapar” atau “Aku ngantuk”. Bisa saja itu terjadi karena sebab lain.
Ghaza, sekarang 2,5 tahun, putra dari Esya di Pancoran Jakarta Selatan, pernah memasuki masa-masa rewel bila hendak dipakaikan popok di usia sekitar sembilan bulan. Tadinya Esya sang ibu menganggap Ghaza tidak betah pakai popok. Namun setelah diamati, akhirnya ketahuan kalau ketidaksenangan Ghaza memakai popok adalah karena kebetulan dia juga sedang ingin pup. “Setelah itu, saya tak lagi memaksa setiap kali dia berontak untuk pakai popok. Saya akan menunggu sebentar sampai dia pup,” cerita Esya.
Grace Vita di Depok, ibu dari Tobias Kusuma Wibowo, 3,8 tahun, dan Erin Nika Wibowo,
empat bulan, juga mengaku mengandalkan pengamatan dalam menangani kedua
buah hatinya. "Suatu kali di taman bermain, tak seperti biasa, Tobi
menangis tiada henti. Saya tahu, pasti ada yang salah dengan anak ini.
Ketika saya dekati dan saya tanya, ternyata penyebabnya karena dia ingin
pipis tapi malu mengatakan hal itu pada guru barunya.”
Mempelajari
kebiasaan anak akan membuat Anda lebih mudah menebak apa yang dia
inginkan. Itu penting karena kebiasaan yang berubah seringkali juga
dapat menjadi penyebab kerewelannya. Karlina Dwiyana di Pondok Labu, suatu hari harus pulang terlambat karena lembur dan mendapati Dachrie suaminya, kelabakan mengatasi putri mereka Tara Humayra,
10 bulan. Tara rewel dan menangis. Berbagai cara yang dilakukan
Dachrie tidak bisa membuat Mayra menjadi tenang. “Rupanya Mayra nggak
suka tidur hanya berdua ayahnya, karena biasanya kami memang tidur
bertiga,” tutur Karlina. “Setelah berada di tengah-tengah kami berdua,
barulah Mayra menjadi tenang.”
Kebingungan juga pernah dialami Dyan Anggraini dari Mampang ketika putranya, Raihan,
kini 10 bulan, baru berusia dua bulan. Dyan melahirkan Raihan di tempat
ibunya di Kuningan, Jawa Barat. Ketika masa cutinya hampir berakhir,
Dyan membawa kembali bayinya ke Jakarta dan sejak itulah, setiap malam
mulai pukul sepuluh Raihan selalu menangis. “Dia selalu minta digendong
dan tak mau ditaruh. Tangisannya baru berhenti menjelang subuh, mungkin
karena sudah lelah menangis semalaman,” kisah Dyan.
Sebagai ibu
baru, tentu saja Dyan khawatir setengah mati. Apa yang salah dengan
Raihan, apakah dia sakit? Karena tampaknya Raihan biasa-biasa saja di
siang hari. Tapi ketika dibawa ke dokter anak dan dicek, ternyata Raihan
memang tidak kenapa-kenapa. Jadi, ketika sang dokter tahu bahwa Raihan
baru saja menghuni rumah baru, dia berujar,” Mungkin itu penyesuaian dia
dengan lingkungan barunya.” Dan memang, setelah berlangsung selama dua
minggu, Raihan berhenti menangis begitu saja. “Wah, saya lega sekali.
Dia berhenti menangis tepat ketika saya harus ngantor lagi. Pengertian
sekali dia ya,” kata Dian sambil tertawa.
Tantangan Baru
Seiring dengan bertambahnya usia, kemampuan bayi Anda dalam berkomunikasi juga akan bertambah. Begitu pula kemampuan Anda memahami apa yang diinginkannya. Tanpa disadari, bayi Anda yang tadinya hanya bisa ah-uh-ah-uh sudah akan berdiri di hadapan Anda, dan dengan wajah cemberut protes berulangkali, “Kenapa nggak boleh?” Atau, dia akan berteriak lantang, “Pokoknya aku mau itu!” saat menginginkan sesuatu.
Seiring dengan bertambahnya usia, kemampuan bayi Anda dalam berkomunikasi juga akan bertambah. Begitu pula kemampuan Anda memahami apa yang diinginkannya. Tanpa disadari, bayi Anda yang tadinya hanya bisa ah-uh-ah-uh sudah akan berdiri di hadapan Anda, dan dengan wajah cemberut protes berulangkali, “Kenapa nggak boleh?” Atau, dia akan berteriak lantang, “Pokoknya aku mau itu!” saat menginginkan sesuatu.
Bila
masa itu tiba, cobalah untuk menarik napas dalam-dalam, dan berpikir
positif. Fase yang berbeda telah siap menanti Anda. Itu berarti
penanganan yang berbeda pula! Jadi, berdoalah agar kesabaran Anda kian
bertambah dan bukannya makin berkurang.
Agar si kecil memahami Anda
Jangan dikira hanya Anda yang berjuang untuk mengerti apa keinginan si kecil. Mereka juga berusaha mengerti Anda lho. Agar cinta dan kenyamanan yang Anda tawarkan dapat mereka terima dengan baik, berkomunikasilah dengan cara ini:
Jangan dikira hanya Anda yang berjuang untuk mengerti apa keinginan si kecil. Mereka juga berusaha mengerti Anda lho. Agar cinta dan kenyamanan yang Anda tawarkan dapat mereka terima dengan baik, berkomunikasilah dengan cara ini:
- Sentuhan. Membalut dengan bedong, memeluk, atau mengayun dia akan memberikan rasa aman.
- Aroma. Bayi mengenali kita lewat aroma tubuh. Karena itu dekaplah mereka sesering mungkin. Aroma tubuh Anda akan membuat dia merasa nyaman.
Suara.
Meninabobokan anak atau berbicara dengan nada tertentu dapat membuat
bayi Anda tenang. Coba saja perhatikan, apakah bayi Anda tersenyum saat
Anda bersenandung? Kalau ya, berarti Anda punya satu jurus ampuh yang
bisa dipakai sewaktu-waktu.
0 Comments
Terima Kasih telah berkunjung di blog pribadi saya.
EmojiOrder Ubi Cilembu
Call/SMS/WA. 082319517777