I.
STERILISASI ( PENGAKHIRAN KESUBURAN)
1.
Pengertian
Sterilisasi
merupakan suatu tindakan atau metode yang menyebabkan seorang wanita tidak
dapat hamil lagi (Bagian Obsetri Dan Ginelogi Fak. Kedokteran UNPAD dalam buku
Mahjudin, Masailul Fiqhiyah halaman
67).
Sterilisasi
ialah memandulkan lelaki atau wanita dengan jalan operasi agar tidak dapat
menghasilkan keturunan (Masjfuk Zuhdi dalam buku Masjuk Zuhdi, Masailul Fiqhiyah hlm 67).
Sterilisasi
berbeda dengan metode kontrasepsi lainnya yang bertujuan untuk menjarangkan
kehamilan dan kelahiran. Sterilisasi juga berbeda pengertiannya dengan
infertilisasi (kemandulan).
Sterilisasi
yang dilakukan pada laki-laki ataupun wanita dapat disamakan dengan abortus.
Sterilisasi ini mengakibatkan orang tersebut mengalami Infertil (kemandulan)
sehingga tidak akan bisa mempunyai anak lagi.
2.
Motivasi
dan Cara Pelaksanaannya
Faktor yang menyebabkan
dilakukannya sterilisasi adalah :
1) Indikasi
Medis; yaitu biasanya dilakukan terhadap wanita yang mengidap penyakit yang
dianggap dapat membahayakan dirinya, misalnya penyakit jantung, penyakit
ginjal, dan hipertensi
a. Sosio
Ekonomi; pasangan suami istri yang menganggap mereka tidak dapat membiayai
kehidupan calon bayi karena mereka terlalu miskin.
b. Permintaan
Sendiri; permintaan ini berasal dari kedua belah pihak (pasangan suami istri)
atau salah satu dari mereka (suami atau istri), mungkin dikarenakan mereka
lebih sering berada di luar rumah.
(Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah., hlm 67).
Sterilisasi pada lelaki disebut vasektomi atau vas ligation. Caranya adalah memotong
saluran mani (vas deverens) kemudian
kedua ujungnya diikat, sehingga sel sperma tidak dapat mengalir keluar penis (urethra). Operasi ini tidak mengganggu
kehidupan seksual laki-laki tersebut. Nafsu seks dan potensi lelaki tetap,
tetap terjadi ejakulasi saat koitus tetapi yang memancar hanya semacam lender
yang tidak mengandung sperma (Masjfuk Zuhdi, Masailul Fiqhiyah. Hlm 67)
Beberapa
cara yang sering dilakukan dilakukan dalam proses sterilisasi wanita, yaitu:
a. Cara
Radiasi; yaitu merusak fungsi ovarium, sehingga tidak dapat menghasilkan lagi
hormone-hormon dan wanita tersebut menjadi menupause
b. Cara
Operatif; teknik-tekniknya, yaitu;
1) Ovarektomi,
yaitu mengangkat atau memiringkan kedua ovarium yang mempunyai efek yang sama
dengan cara radiasi
2) Tubektomi,
yaitu mengangkut seluruh tuba agar wanita tidak bisa lagi hamil, karena saluran
tersebut sudah bocor
3) Ligasi
Tuba, yaitu mengikat tuba, sehingga tidak dapat lagi dilewati ovum
c. Cara
penyumbatan Tuba; yaitu menggunakan zat-zat kimia untuk menyumbat lubang tuba,
dengan teknik suntikan (Mahjuddin, Masailul
Fiqhiyah., hlm 68).
3.
Hukum
Sterilisasi Menurut Ajaran Islam
Menurut ajaran Islam sterilisasi pada wanita ataupun
pada laki-laki hukumnya haram, karena ada beberapa hal yang prinsipil, yaitu:
a. Sterilisasi
(vasektomi/tubektomi) mengakibatkan kemandulan yang tetap. Hal ini bertentangan
dengan tujuan pokok perkawinan menurut Islam, yakni untuk mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat dan untuk mendapatkan keturunan sah yang
diharapkan menjadi anak yang sholeh sebagai penerus cita-citanya. Hal ini
sesuai dengan hadist Nabi yang artinya; “Jika
manusia telah meninggal dunia maka terputuslah amalnya, kecuali yang
meninggalkan 3 hal yakni:1. Bersedekah jariyah atau wakaf, 2. Ilmu yang bisa
diambil manfaatnya oleh umat seperti kitab, buku, keagamaan atau
kemasyarakatan, 3. Anak yang sholeh yang mendoakan orangtuanya”. (HR.
Bukhari)
b. Mengubah
ciptaan tuhan dengan jalan memotong dan menghilangkan sebagian tubuh yang sehat
dan berfungsi (saluran mani atau telur).
c. Melihat
aurat orang lain (aurat besar)
Hal ini berdasarkan Hadist Nabi
yang artinya: Rasulullah saw bersabda:
“janganlah laki-laki melihat aurat laki-laki dan janganlah bersentuhan seorang
laki-laki dengan laki-laki lain di bawah sehelai selimut, dan tidak pula
seorang wanita dengan wanita lain di bawah satu kain (selimut).” (HR Ahmad,
Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi).
II.
Intra Uterine Device (IUD)
1.
Pengertian
IUD
IUD
diciptakan oleh Richter dari polandia pada tahun 1909 dan kemudian oleh
Grafenberg dari Jerman pada tahun 1929. Pada awalnya bentuk IUD seperti cincin
dari logam dan dikelilingi benang sutera, kemudian sesuai dengan perkembangan
zaman metode IUD dikembangkan dan disempurnakan kembali, baik dari bentuk
maupun bahannya.
IUD
dipasang dua atau tiga hari sesudah haid atau tiga bulan sesudah melahirkan dan
pemasangannya harus dilakukan oleh tenaga terlatih (MAsjfuk Zuhdi, Masail Fiqiyah., hlm 72).
2.
Pandangan
Islam Terhadap Penggunaan IUD
Menyikapi masalah ini ada beberapa kalangan yang
menganggap bahwa IUD itu diharamkan oleh agama dan adapula yang membolehkannya,
namun sangat disayangkan karena dari kedua pernyataan ini tidak menyebutkan
dalil yang menjadi dasar keputusan mereka.
Dalam Musyawarah Ulama Terbatas mengenai KB
dipandang dari segi hukum syariat Islam pada tanggal 26 s.d. 29 Juni 1972
memutuskan antara lain bahwa, “Pemakaian IUD dan sejenisnya tidak dapat
dibenarkan, selama masih ada obat-obat dan alat-alat lain, kerena untuk
pemasangannya/pengontrolannya harus dilakukan dengan melihat aurat besar (mughaladzah) wanita; hal mana yang
diharamkan oleh syariat Islam, kecuali dalam keadaan yang sangat terpaksa. Namun
dalam Musyawarah Nasional Ulama tentang Kependudukan, Kesehatan, dan
Pembangunan pada tanggal 17 s.d. 20 Oktober 1983 memutuskan antara lain adalah
“Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) dalam pelaksanaan KB dapat
dibenarkan, jika pemasangan dan pengontrolannya dilakukan oleh tenaga
medis/paramedic wanita, atau jika terpaksa dapat dilakukan oleh tenaga medis
pria dengan didampingi suami atau wanita lain” (Vide H. Isngadi dalam buku
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqiyah., hlm
73-74).
Menurut Masjfuk Zuhdi dalam bukunya Masail Fiqiyah, pendapat yang
menharamkan IUD kecuali dalam keadaan yang sangat terpaksa adalah :
1. Hadist
Nabi yang artinya : “ Tidak boleh seorang
pria melihat aurat pria lain; tidak boleh pula seorang wanita melihat aurat
wanita lain. Dan tidak boleh seorang pria bersentuhan badan dengan pria lain
dalam satu kain; dan tidak boleh pula seorang wanita bersentuhan dengan wanita
lain dalam satu kain (HR Ahmad, Muslim, Abu Daud dan Al-Tirmidzi)
2. IUD
dipandang sebagai alat yang bersifat abortive,
bukan alat contraceptive.
Selain dua pendapat di atas, adapula yang menganggap
bahwa hukum IUD ini masih dikategorikan ke dalam kategori syubhat (tidak jelas hukum haram/haramnya karena hingga saat ini
mekanisme alat tersebut belum jelas.
Karena menurut ajaran Islam bahwa hal-hal yang masih
bersifat syubhat harus dihindari dan dijauhi maka menurut
Masjfuk Zuhdi dalam bukunya Masail
Fiqiyah, menyatalkan bahwa IUD sebagai alat kontraseptif tidak dibenarkan
dalam Islam. Kesimpulan ini diambil berdasarkan:
1.
Firman Allah dalam QS Al-Isra: 36
Dan janganlah kamu mengikuti
apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya…
2. Hadist
Nabi yang artinya:
Sesungguhnya
yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas pula. Di antara yang halal dan
yang haram itu terdapat hal-hal yang masih samar hukumnya, yang tidak banyak
diketahui orang. Maka barangsiapa yang meninggalkan hal-hal yang diragukan itu,
niscahya orang itu telah memelihara agamanya dan kehormatannya. Dan barangsiapa
yang jatuh ke dalam hal-hal yang diragukan itu jatuhlah ia ke dalam hal yang
haram; sama dengan penggembala yang menggembalakan ternaknya di pinggir
larangan, hamper-hampir ia masuk ke dalamnya. Ingatlah! Tiap-tiap raja
mempunyai padang larangan. Ingatlah! Padang larangan Allah ialah segala sesuatu
yang diharamkan (HR Muslim dari Al-Nu’man bin Basyir).
Dan Hadist Nabi yang artinya:
Tinggalkan
hal-hal yang meragukan kamu (berpeganglah) kepada hal-hal yang tidak meragukan
kamu HR Ahmad dari Anas, Al-Nasa’I dari Al-hasan bin Ali,
Al-Thabrani dari Wabishah bin Ma’bad, dan Al-Khatib dari Ibnu Umar).
0 Comments
Terima Kasih telah berkunjung di blog pribadi saya.
EmojiOrder Ubi Cilembu
Call/SMS/WA. 082319517777