Seperti Kita ketahui bahwa
perkembangan perniagaan di Indonesia semakin hari semakin banyak saja mengalami
peningkatan. Dari sektor usaha mikro, menengah hingga makro. Tak dapat
dipungkiri dengan menjamurnya minimarket dam Mall dimana – mana menjadikan daya
beli masyarakat meningkat pesat. Segalanya serba praktis dan serba cepat. Disajikan
dengan swalayan, perdagangan terasa lebih cepat tanpa adanya tawar menawar
antara si konsumen dengan si penjual. Namun demikian, ada keuntungan pastilah
ada juga kerugian. Pasar swalayan dengan skala besar menyediakan aneka
kebutuhan rumah tangga dari hal yang kecil hingga ke hal yang besar. Dewasa ini
pasar swalayan termasuk minimarket menjajakan barang dagangan secara menarik
dan mudah dicari karena telah diklasifikasikan sedemikian rupa. Tidak seperti
di pasar tradisional yang jika konsumen menginginkan membeli sesuatu harus
berjalan kesana kemari dan disibukan dengan kegiatan tawar menawar.
Dari mulai kebutuhan kamar mandi,
makanan ringan, makanan instan hingga kebutuhan lainnya termasuk buah dan
sayuran juga pakaian. Semuanya tersedia dan tertata rapi di pasar swalayan. Khusus
untuk sayur dan buah, pasar swalayan menyediakannya dalam bentuk dan penampilan
yang sangat menarik. Buah dan sayur yang dipajang disana merupakan pilihan yang
terbaik.
Tak terkecuali ubi cilembu yang
semenjak eksistensinya menjadi salahsatu makanan yang banyak digemari oleh
masyarakat Indonesia dan luar negeri. Ubi cilembu di pasar swalayan disajikan
dan dipajang sedemikian rupa sehingga menarik dan membuat pengunjung pasar
menjadi ingin membelinya. Ubi cilembu yang ada di pasar swalayan didapat dari
suplier – suplier lokal. Pihak supermarket/pasar swalayan tersebut menentukan
spesifikasi ubi yang mereka minta untuk dijual dan dijajakan di etalase mereka.
Spesifikasi ubi untuk pasar swalayan sangatlah “Merugikan” petani ubi cilembu. Permintaan
pasar swalayan yang mengharuskan ubi itu mulus dan memiliki bentuk yang
beraturan amat sangat tidak menghargai upaya petani sebagai produsen ubi
cilembu. Mengapa demikian? Karena, dari sekian banyak hasil panen yang petani
hasilkan hanya 30% yang bisa menembus pasar swalayan. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya :
Ubi yang diminta oleh supermarket cenderung harus mulus dan memiliki bentuk beraturan.
Ubi yang kulitnya kehitaman atau hitam tidak masuk kriteria. Padahal justru ubi yang hitam kulitnya yang memiliki rasa yang sangat baik.
Ubi yang codet atau terkena benda tajam tidak masuk kriteria. Padahal ubi tersebut masih sangat layak konsumsi asalkan tidak ada bekas hama.
Ubi yang kulitnya lecet tidak masuk kriteria. Padahal kulit tidak berpengaruh terhadap rasa selecet apapun kulit ubi itu.
Dari sekian banyak hasil panen,
ubi yang masuk kedalam kriteria yang supermarket inginkan hanya 10-30%. Misalkan
hasil panen 1 ton, hanya ada sekitar 100 Kg – 300 Kg ubi yang masuk kriteria. Sedangkan
ubi yang sisa sortirannya tetap harus dipasarkan. Meskipun ada alternatif
dijual melaui Kios pinggir jalan, namun semakin kesini semakin berkurang saja
peminat ubi yang membeli di kios pinggir jalan. Karena mayoritas masyarakat sekarang lebih memilih berbelanja
di supermarket. Solusi atau alternatif lainnya adalah dijual ke pabrik
pembuatan tepung ubi, kelebihannya adalah ubi yang mereka butuhkan adalah ubi
yang tidak memperdulikan ukuran dan warna kulit. Namun kelemahannya adalah harga
beli mereka yang sangat rendah. Bagaimana memecahkannya?
Inti permasalahannya adalah Petani
dan pengepu menginginkan ubi yang mereka panen dan kumpulkan dapat masuk 75% -
90% ke pasar swalayan dan pasar ekspor. Adakah yang bisa memberi solusi?
0 Comments
Terima Kasih telah berkunjung di blog pribadi saya.
EmojiOrder Ubi Cilembu
Call/SMS/WA. 082319517777