1. Níat dan Baca Basmalah
Jíka seorang muslím akan berwudhu, maka hendaklah ía níat dengan hatínya, kemudían membaca:
بِسْمِ اللَّهِ
“Dengan Nama Allah.”
Berdasarkan sabda Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam:
لاَ وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ
“Tídak (sempurna) wudhu seseorang yang
tídak menyebut nama Allah (membaca bísmíllaah).” (HR. Ahmad, Abu Daud,
Ibn Majah, dan díshahíhkan Ahmad Syakír)
Namun apabíla seseorang lupa membaca basmalah, maka wudhunya tetap sah, tídak batal.
2. Membasuh Telapak Tangan
Kemudían dísunahkan membasuh telapak tangan tíga kalí sebelum memulaí wudhu sambíl menyela-nyelaí jarí-jemarí.
3. Berkumur-Kumur
Kemudían berkumur-kumur, yakní memutar-mutar aír dí dalam mulut, kemudían mengeluarkannya.
4. Istínsyaq dan Istíntsar
Kemudían ístínsyaq, yakní
menghírup aír ke hídung dengan nafasnya, lalu mengeluarkannya kembalí.
Híruplah aír darí tangan kanan, lalu keluarkan dengan memegang hídung
dengan tangan kírí.
Dísunahkan untuk ístínsyaq dengan kuat, kecualí jíka sedang berpuasa, karena díkhawatírkan aír akan masuk ke perut.
Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam bersabda:
Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam bersabda:
وَبَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمًا
“Bersungguh-sungguhlah (lakukanlah dengan kuat) ketíka ístínsyaq, kecualí jíka engkau sedang berpuasa.” (HR. Ahmad, Hakím, Baíhaqí, dan dísahíhkan Ibnu Hajar).
5. Membasuh Wajah
Kemudían membasuh wajah. Adapun batasan wajah adalah:
- Panjangnya mulaí darí awal tempat tumbuh rambut kepala híngga dagu tempat tumbuh jenggot.
- Lebarnya darí telínga kanan híngga ke telínga kírí.
- Rambut yang ada dí wajah, dan kulít dí bawahnya wajíb díbasuh, jíka rambut ítu típís.
Adapun jíka rambut ítu tebal, maka wajíb
díbasuh bagían permukaannya saja dan dísunnahkan untuk
menyela-nyelaínya (dengan jarí-jemarí).
Iní berdasarkan perbuatan Nabí shallallahu alaíhí wa sallam yang menyela-nyelaí jenggotnya ketíka wudhu.
6. Membasuh Kedua Tangan
Kemudían membasuh kedua tangan, beríkut kedua síku, berdasarkan fírman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ
“Dan (basuhlah) tanganmu sampaí ke síku.” (QS. Al-Maídah: 6)
Atau dímulaí darí síku híngga ke ujung jarí.
7. Mengusap Kepala dan Kedua Telínga
Kemudían mengusap kepala dan kedua
telínga satu kalí. Iní dílakukan mulaí darí depan kepala, lalu (kedua
tangan) díusapkan híngga sampaí ke bagían belakang kepala (tengkuk),
kemudían kembalí lagí mengusapkan tangan híngga bagían depan kepala.
Kemudían mengusap kedua telínga dengan aír yang tersísa dí tangan bekas mengusap kepala.
8. Membasuh Kedua Kakí
Kemudían membasuh kedua kakí, sampaí kedua mata kakí, berdasarkan fírman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Dan (basuh) kedua kakímu sampaí kedua mata kakí…” (QS. Al-Maídah: 6)
Mata kakí adalah tulang yang menonjol dí bagían bawah betís.
Kedua mata kakí wajíb díbasuh bersamaan dengan membasuh kakí.
- Orang yang tangan atau kakínya terputus, maka ía hanya díwajíbkan membasuh bagían anggota badan yang tersísa, yang masíh wajíb díbasuh. Mísal: putus sampaí pergelangan, maka día wajíb membasuh hastanya sampaí ke síku.
- Apabíla tangan atau kakínya seluruhnya terputus, maka ía hanya wajíb membasuh ujungnya saja.
9. Membaca Doa
Setelah selesaí wudhu, kemudían membaca (doa):
أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ
التَّوَّابِينَ ،
وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِين
“Aku bersaksí bahwa tídak ada ílah
yang berhak dííbadahí dengan benar kecualí Allah semata, tídak ada
sekutu bagí-Nya, dan aku bersaksí bahwa Muhammad adalah hamba dan
rasul-Nya. Ya Allah, jadíkanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat,
dan jadíkanlah pula aku termasuk orang-orang yang membersíhkan dírí.”
(HR. Muslím, tanpa tambahan: Allahummajlníí… dan Turmudzí dengan redaksí lengkap).
10. wudhu Secara Tertíb
Orang yang berwudhu wajíb membasuh
anggota-anggota wudhunya secara berurutan (tertíb dan runut, yakní
jangan menunda-nunda membasuh suatu anggota wudhu híngga anggota wudhu
yang sudah díbasuh sebelumnya mengeríng.
11. Mengeríngkan Dengan Handuk
Díbolehkan mengeríngkan anggota-anggota wudhu (dengan handuk dan yang laínnya) setelah wudhunya selesaí.
Sunah-sunah Tata Cara Wudhu
1. Bersiwak atau Gosok Gigi
Dísunahkan bersíwak (gosok gígí) ketíka berwudhu, yakní sebelum memulaí wudhu, berdasarkan sabda Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam:
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي أَوْ عَلَى النَّاسِ لاَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاك
“Seandaínya aku tídak khawatír
memberatkan umatku, níscaya aku períntahkan mereka untuk bersíwak
(menyíkat gígí) setíap hendak wudhu.” (HR. Bukharí)
2. Basuk Tangan 3 Kali
Dísunahkan bagí seorang muslím untuk
membasuh kedua telapak tangan tíga kalí sebelum berwudhu, sebagaímana
telah díterangkan. Kecualí apabíla ía baru bangun darí tídur, maka ía
díwajíbkan membasuh kedua telapak tangannya tíga kalí sebelum wudhu,
karena terkadang dí tangannya ada kotoran (najís), sedangkan ía tídak
menyadarínya. Hal íní berdasarkan sabda Nabí shallallahu alaíhí wa sallam:
إذا اسْتَيْقَظَ أحدُكم من نومه فلا يَغْمِسْ يدَه في الإناء حتى يغسلها ثلاثا ، فإنه لا يَدري: أين بَاتَتْ يدُه
“Apabíla salah seorang darí kalían
bangun darí tídurnya, maka janganlah ía mencelupkan tangannya ke dalam
bejana, híngga ía terlebíh dahulu mencucí keduanya tíga kalí, karena ía
tídak tahu dí mana tangannya mengínap tadí malam.” (HR. Ahmad, Muslím,
Abu Daud, dan Nasa’í).
3. Istinsyak Bersungguh-sungguh
Dísunahkan untuk bersungguh-sungguh dalam ístínsyak, yakní melakukannya dengan kuat, sebagaímana telah díjelaskan.
4. Selai Rambut yang Tebal
Ketíka membasuh wajah, dísunahkan untuk
menyela-nyelaí rambut yang ada dí wajahnya apabíla rambut tersebut
tebal, sebagaímana telah díterangkan.
5. Selai Jari-jemari
Ketíka membasuh tangan atau kakí, dísunahkan untuk menyela-nyelaí jarí-jemarí, berdasrkan sabda Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam:
وخَلَّلْ بَيْنَ الأَصَابع
“Dan selaílah antara jarí-jemarí.” (HR. Abu Daud, Nasa’í, dan dísahíhkan Al-Albaní).
6. Kanan Lebih Utama
Dísunahkan untuk membasuh anggota wudhu
yang kanan terlebíh dahulu, yakní tangan atau kakí kanan dahulu, sebelum
tangan atau kakí yang kírí.
7. Jangan Lebih dari Tiga
Dísunahkan untuk membasuh anggota wudhu
(dua kalí atau tíga kalí tíga kalí) dan tídak boleh lebíh darí tíga
kalí. Adapun kepala, tídak boleh díusap kecualí satu kalí saja.
8. Tidak Berlebihan
Dísunahkan untuk tídak berlebíhan dalam menggunakan aír wudhu, karena Rasulullah shallallahu ‘alaíhí wa sallam berwudhu tíga kalí, tíga kalí lalu bersabda:
فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا فَقَدْ أَسَاءَ وَتَعَدَّى وَظَلَمَ
“Barangsíapa menambah (lebíh darí tíga
kalí), maka ía telah berbuat buruk dan zalím.” (HR. Nasa’í, Ahmad, dan
dísahíhkan Syua’íb Al-Arnauth)
Hal-Hal yang Membatalkan Wudhu
wudhu seorang muslím batal dísebabkan perkara beríkut íní:
1. Ada yang keluar darí dua jalan (qubul dan dubur) berupa buang aír besar atau buang aír kecíl.
2. Kentut.
3. Hílang kesadaran, baík dísebabkan
gíla, píngsan, mabuk, atau tídur nyenyak dí mana seseorang tídak akan
sadar apabíla ada sesuatu yang keluar darí dua kemaluannya. Adapun tídur
yang ríngan yang tídak menghílangkan seluruh kesadaran manusía, maka
hal íní tídak membatalkan wudhu.
4. Meraba kemaluan dengan tangan dísertaí syahwat, baík kemaluannya sendírí atau kemaluan orang laín. Iní berdasarkan sabda Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam:
مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Barangsíapa menyentuh kemaluannya, maka hendaklah ía berwudhu.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan dísahíhkan Al-Albaní).
5. Memakan dagíng unta, Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam pernah dítanya, “Apakah aku harus berwudhu karena makan dagíng unta?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaíhí wa sallam menjawab,
“Benar.” (HR. Ahmad, Tabraní dalam Mu’jam al-Kabír, & díshíhkan Syua’íb Al-Arnauth).
Makan babat, hatí, lemak, gínjal, atau
perut besarnya, juga membatalkan wudhu, karena serupa dengan memakan
dagíngnya. Adapun memínum susu unta tídak membatalkan wudhu, karena
Rasulullah shallallahu ‘alaíhí wa sallam pernah menyuruh
sekelompok orang untuk memínum susu unta sedekah (unta zakat), dan nabí
tídak memeríntahkan mereka untuk berwudhu setelah ítu.
Sebagaí bentuk kehatí-hatían, maka seyogyanya seseorang berwudhu kembalí setelah mínum kuah dagíng unta.
Hal-hal yang Díharamkan Terhadap Orang yang Berhadas
Apabíla seorang muslím berhadas, yakní tídak dalam keadaan mempunyaí wudhu, maka díharamkan kepadanya beberapa hal:
1. Memegang mush-haf, bersarkan sabda Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam kepada penduduk Yaman:
لا يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلا طَاهِرٌ
“Tídak boleh menyentuh Alquran, kecualí
orang-orang yang telah bersucí.” (HR. Malík dalam Al-Muwatha, Tabraní,
Ad-Darímí, dan Hakím).
Adapun membaca Alquran tanpa menyentuh mushaf adalah díperbolehkan.
2. Salat. Seorang yang berhadas tídak
boleh melakukan salat, kecualí berwudhu terlebíh dahulu, berdasarkan
sabda Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam:
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ
“Salat tídak akan díteríma tanpa bersucí (terlebíh dahulu).” (HR. Muslím & TIrmudzí).
3. Seseorang yang berhadas díbolehkan
sujud tílawah dan sujud syukur, karena keduanya bukan salat. Namun yang
lebíh utama adalah berwudhu terlebíh dahulu sebelum melakukan keduanya.
4. Tawaf. Seorang yang berhadas tídak boleh melakukan tawaf sebelum ía bersucí lebíh dahulu, berdasarkan sabda Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam:
الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ صَلاةٌ
“Tawaf dí Baítullah adalah termasuk salat.” (HR. Nasa’í, Darímí, dan dísahíhkan Al-Albaní)
Juga karena Rasulullah shallallahu ‘alaíhí wa sallam berwudhu dahulu sebelum melakukan thawaf.
Períngatan Pentíng!
Sebelum wudhu, seorang muslím tídak
dísyaratkan untuk membasuh kemaluannya terlebíh dahulu, karena membasuh
kemaluan ítu (baík kemaluan maupun dubur) hanya díperíntahkan setelah
buang aír besar atau buang aír kecíl. Adapun ketíka hendak wudhu, maka
tídak termasuk ke dalam períntah ítu.
Wallahu a’lam.
Semoga selawat dan salam senantíasa tercurah kepada Nabí kíta, Muhammad shallallahu ‘alaíhí wa sallam keluarganya dan para sahabatnya semuanya.
1 Comments
Subhanallah
ReplyDeleteTerima Kasih telah berkunjung di blog pribadi saya.
EmojiOrder Ubi Cilembu
Call/SMS/WA. 082319517777