Post Anyar

6/recent/ticker-posts

Dingin Menggigit, Ubi Cilembu Susah Layu: Antara Tantangan dan Harapan

Cilembu, tanah yang selalu identik dengan ubi manis legit, kini menghadapi tantangan baru. Suhu udara belakangan ini terasa tidak bersahabat bagi para petani. Siang hari hanya berhenti di angka 26 derajat, sementara malam turun drastis hingga 12 derajat.


Sekilas terasa sejuk, tapi bagi ubi yang baru dipanen, kondisi ini membawa masalah. Proses pelayuan—tahap penting yang membuat manis khas Cilembu keluar sempurna—jadi sangat lambat. Umbi tetap keras, cairan manisnya enggan muncul, dan petani harus menunggu lebih lama dari biasanya.


Permintaan pasar lokal tetap tinggi. Pedagang menanti pasokan, sementara petani berjuang dengan waktu. Waktu tunggu yang biasanya singkat, kini bisa molor berhari-hari. Itulah mengapa harga Ubi Cilembu sering dianggap sepadan dengan kualitasnya—karena di balik satu umbi, ada kerja ekstra dan kesabaran yang tidak terlihat.


Namun, petani tetap optimis. Mereka percaya, meski proses melambat, hasil akhirnya bisa lebih manis. Ubi yang sabar dilayukan di suhu dingin justru sering menghasilkan rasa yang lebih legit. Bagi orang yang pernah mencicipinya, setiap gigitan membawa cerita tentang perjuangan di ladang dan dinginnya udara Cilembu.


Di sini, manisnya Ubi Cilembu bukan sekadar rasa. Ia adalah hasil dari doa, ketekunan, dan kesabaran para petani yang menjaga warisan tanahnya. Dan setiap kali kita menikmati ubi panggang yang harum, sesungguhnya kita juga ikut merasakan dinginnya malam 12 derajat dan hangatnya semangat petani Cilembu.

Post a Comment

0 Comments